Belajar dari Sifat-Sifat Luhur YA Sāriputta

Ibunda YA Sāriputta adalah brahmana wanita yang kukuh dan selama bertahun-tahun tetap bermusuhan dengan Ajaran Sang Buddha dan para pengikut-Nya.

Di stanza 400 Kitab Penjelasan Dhammapada (Dhammapada-atthakathā) dikisahkan bahwa pada suatu kali, ketika YA Sāriputta berada di desa kelahiran beliau, yaitu Nālaka, dengan rombongan besar bhikkhu, beliau datang ke rumah Rūpasārī, ibunda beliau,* dalam perjalanan beliau ber-piḍapāta. Sang ibunda memberi tempat duduk kepada beliau dan menyajikan makanan, tetapi saat melakukannya, sang ibunda mengucapkan kata-kata penghinaan: “Wahai, pemakan sisa orang lain! Saat kamu tidak mendapatkan sisa bubur beras yang sudah asam, kamu pergi dari rumah ke rumah di antara orang yang tidak dikenal, menjilati sisa-sisa dari bagian belakang sendok! Dan itulah alasan kamu meninggalkan kekayaan kita yang bernilai delapan puluh crore (1 crore= 10 juta keping uang) dan menjadi bhikkhu! Kamu telah menghancurkanku! Sekarang lanjutkan dan makanlah!”

Begitu juga, sambil menyajikan makanan kepada para bhikkhu lainnya, sang ibunda berkata: “Jadi! Kamu adalah orang-orang yang menjadikan anakku sebagai anak buahmu! Lanjutkan, makan sekarang!” Demikianlah ia terus memaki mereka, tetapi YA Sāriputta tidak berkata sepatah kata pun. Beliau mengambil makanan beliau, memakannya, dan dengan hening kembali ke vihara. Sang Buddha mendengar kejadian itu dari YA Rāhula, putra-Nya, yang pada saat itu berada di antara para bhikkhu. Semua bhikkhu yang mendengar hinaan itu heran atas kesabaran besar Sang Sesepuh. Di tengah-tengah pertemuan, Sang Buddha memuji YA Sāriputta dengan mengucapkan Stanza 400 Dhammapada ini:

Orang yang bebas dari kemarahan, yang taat pada tugas agama, yang mematuhi sīla, yang bebas dari nafsu rendah, yang dirinya terkendali, yang sedang memikul tubuh terakhirnya, dialah yang saya sebut sebagai brahmana.

Menjelang YA Sāriputta meninggal dunia, yaitu mencapai Nibbāna tanpa sisa, beliau berhasil mengubah ibunda beliau dengan sedemikian rupa sehingga sang ibunda menjadi sangat yakin pada Sang Buddha dan menjadi Sotāpanna.

Jadi, peristiwa penghinaan di atas mengingatkan kita lagi pada sifat-sifat luhur YA Sāriputta —rendah hati, sabar, dan menahan diri.

*ayahanda beliau bernama Vaṅganta, seorang brahmana.

 (TST)

Tjan
Tjanhttps://www.tjansietek.com
A senior Indonesian-English sworn translator, former licensed personal advisor and analyst in the Indonesian capital markets, former college lecturer in English for Buddhism, Tipitaka translator, senior member of the Indonesian Translators Association and Indonesian Therevadin Buddhist Council, recipient of the Sāsanadhaja Dharma Adhgapaka award given by the Ministry of Religions of the Republic of Indonesia, Buddhist preacher under the same ministry

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
- Advertisement -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
- Advertisement -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Latest Articles

×

 

Hello!

Click one of our contacts below to chat on WhatsApp

× Apakah ada yang bisa kami bantu?