Dhammapada Stanza 34
Vārijova thale khitto okamokata ubbhato pariphandatidaṁ cittaṁ māradheyyaṁ pahātave.
Arti bahasa Indonesia-nya:
Versi 1: Bagaikan ikan yang dikeluarkan dari air dan dilemparkan ke tanah kering, pikiran ini menggelepar-gelepar untuk keluar dari genggaman Māra (yaitu lingkaran kotoran batin atau nafsu rendah).
Versi 2: Bagaikan ikan yang dikeluarkan dari air dan dilemparkan ke tanah kering, pikiran ini menggelepar-gelepar untuk keluar dari lingkaran kotoran batin.
Latar belakang: Kisah yang sebelumnya tentang Mēghiya, yaitu stanza 33, terkait dengan stanza ini.
Penjelasan tentang sejumlah istilah Pali:
Bagaikan ikan yang dikeluarkan dari air dan dilemparkan ke tanah kering, pikiran kita menggelepar-gelepar, bergoyang-goyang dan bergetar.
Di stanza ini, kata Pali “oka” memiliki dua arti, yang pertama: “tempat yang nyaman, atau ‘tempat bernaung,’ atau “tempat tetirah’ (“atau kemelekatan”), dan yang kedua: “tempat yang berair.”
Karena itu, “okamokata ubbhato” berarti “dikeluarkan dari tempat yang berair.” Kata “thala” memiliki arti umum sebagai “tanah kering.” Istilah itu terutama menjelaskan keadaan “tanpa rumah” dan juga “Nibbāna.”
Status Arahat dan Nibbāna tidak dapat ditekan-tekan, atau dihancurkan oleh banjir besar yang berupa kilesa (atau kotoran batin) atau dari racun batin (āsavā). Nibbāna dianggap sebagai “thala” karena Nibbāna jauh dari tiga nafsu, yaitu nafsu indrawi, nafsu yang berupa kebencian dan nafsu yang berupa kebodohan batin.
Istilah Pali “maradheyyam’ terkait dengan arti kebenaran atau kenyataan tentang semua makhluk. Istilah itu berarti “lingkaran kotoran pikiran atau nafsu rendah:”
- Moha atau kebodohan batin yang menyebabkan kelahiran berulang-ulang di saṃsāra yang tidak dapat ukur, tidak dapat dihitung dan tidak dapat dipahami.
- Gagasan tentang “aku, diriku dan milikku,” yang merupakan fondasi sesungguhnya untuk timbulnya segala penderitaan dalam kehidupan; dan
- Penggenggaman, pemegangan yang terus-menerus, pencengkeraman atau kemelekatan.
Dalam hal ini, ada empat jenis kemelekatan atau upādānāni yang tercantum di Tipitaka:
- Kāmūpādāna – kemelekatan yang timbul dari keinginan indrawi;
- Diṭṭhiupādāna – kemelakatan yang timbul dari spekulasi atau pandangan atau ajaran yang salah
- Sīlabbatūpādāna – kemelekatan dari keyakinan pada ritual atau upcara keagaman atau keyakinan; dan
- Attavādūpādāna – kemelekatan yang timbul dari kepercayaan pada teori tentang roh
Sifat labil pikiran kita tidak dapat dikendalikan sebelum kita memusnahkan kotoran-kotoran batin kita yang kaku. Jadi, kita perlu mengerti kemelakatan pada nafsu, spekulasi, ritual sekedarnya yang tidak ilmiah, dan pada teori tentang roh.
Untuk semua hal itu, agama Buddha menyarankan pentingnya meditasi. Juga, istilah Pali “māradheyyam” memiliki arti sebagai “lingkaran yang terdiri atas tiga dasar atau tebhumika vatta:”
- Lingkaran perbuatan atau kamma vaṭṭa: lingkaran ini adalah saṃkhāra dan kamma bhava – saṃkhāra berarti daya unsur pembentukan, yaitu gabungan kondisi-kondisi atau sifat-sifat yang merupakan kehidupan atau menimbulkan kehidupan atau keberadaan, atau kondisi-kondisi inti, kegiatan yang terkoordinir, unsur-unsur batin, atau sifat-sifat yang muncul bersamaan dengan pikiran. Lingkaran perbuatan atau kamma berarti prasyarat untuk tindakan, ucapan dan pikiran. Kamma bhava beradaan keberadaan sesuai dengan perbuatan atau kamma.
- Lingkaran kilesa atau kilesa vaṭṭa: Avijjā (kebodohan batin), taņhā (nafsu rendah and upādāna (kemelakatan).
- Lingkaran hasil atau buah (vipāka vaṭṭa): Viññāna (kesadaran), nāma-rūpa (batin dan materi), saļāyatana (keenam buah organ indrawi), phassa (persentuhan), vēdanā (perasaan).
Ketiga lingkaran itu disebut sebagai “māradheyyaṃ” karena ketiganya adalah kondisi-kondisi atau unsur-unsur perilaku Māra atau Iblis. Orang bodoh yang buta terhadap kenyataan dan Dhamma tidak pernah mengerti kondisi-kondisi itu dan pasukan Māra sehingga mereka memasuki jalan jahat dan menimbun energi-energi buruk yang akan menimbulkan akibat atau hukuman yang berat di kehidupan mereka di saṁsara masa depan.
Catatan: Latar belakang dan penjelasan ditulis dalam bahasa Inggris oleh Prof. Bhikkhu Seevali, Ph.D, dan stanza Pali-nya diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh Tjan Sie Tek, M.Sc., Penerjemah Tersumpah, www.tjansietek.com