(Sumber gambar: https://www.pexels.com/photo/silhouette-photo-of-monk-holding-umbrella-2730212/)
18. YA Gavampati Thera
Beliau adalah putra seorang seṭṭhi (bendahara kerajaan, yang jabatannya dapat diwariskan; pedagang kaya-raya) di Benares dan satu di antara empat orang teman sejalan YA Yasa, yang ketika mendengar tentang keluarnya YA Yasa dari kehidupan perumah tangga, mengikuti jejak YA Yasa dan menjadi Arahat. Tiga orang lainnya adalah YA Vimala, Subahu dan Punnaji (VT: 59-60).
Kemudian, YA Gavampati tinggal di Añjanavana di Sāketa. Pada suatu hari ketika Sang Buddha mengunjungi Añjanavana, beberapa di antara bhikkhu yang menyertai-Nya tertidur di tepi yang berpasir dari Sungai Sarabhū. Sungai itu meluap pada malam hari dan terjadi kecemasan besar. Sang Buddha mengirimkan YA Gavampati untuk menangkal banjir tersebut. YA Gavampati melakukannya dengan abhiññā (kekuatan batin) beliau. Air berhenti jauh sekali sehingga terlihat seperti puncak gunung (DPPN).
Pāyāsi Sutta (DN 23) mencatat bahwa YA Gavampati sering beristirahat siang di Istana Serissaka yang kosong di Surga Cātummahārajika dan mengadakan percakapan dengan dewa yang sebelumnya adalah Pangeran Pāyāsi dari Kosala. Melalui beliau, dewa tersebut mengirimkan pesan yang berikut ini kepada penduduk bumi kita: ”Yang Mulia, orang yang berdana tanpa mendumel … lahir kembali di alam Tiga Puluh Tiga Dewa (Tāvatiṁsa), tetapi, saya, yang berdana dengan enggan, telah lahir kembali di Istana Serissaka yang kosong ini. Yang Mulia, ketika Yang Ariya kembali ke bumi manusia, tolong minta mereka berdana tanpa enggan … dan beritahu mereka tentang bagaimana Pangeran Pāyāsi dan Brahmana muda Uttara telah lahir kembali.”
18. The Venerable Gavampati Thera
He was the son of a seṭṭhi (royal treasurer, whose post can be bequeathed; wealthy merchant) in Benares and one of the four lay companions of the Yasa Thera, who, when they heard of Yasa’s renunciation, imitated him and won Arahantship.
Later, Gavampati lived in the Añjanavana at Sāketa. One day, when the Buddha visited the Añjanavana, some of the monks accompanying him slept on the sandbanks of the Sarabhū. The river rose in the night and there was great dismay. The Buddha sent Gavampati to stem the flood, which he did by his iddhi-power. The water stopped afar off, looking like a mountain peak. (Dictionary of Pali Proper Names).
The Pāyāsi Sutta (DN 23) says that Gavampati often spent his midday rest in the empty Serissaka mansion in the Cātummahārajika world and held conversations with a god that was previously Prince Pāyāsi of Kosala. Through him, this god sent the following message to the inhabitants of the earth: ”Lord, he who gave the charity ungrudgingly … was reborn in the realm of the Thirty-three Gods, but I, who gave grudgingly, …. have been reborn in the empty Serissaka mansion. Lord, please, when you return to earth, tell people to give ungrudgingly … and inform them of the way in which Prince Pāyāsi and the young Brahmin Uttara have been reborn.”
Ditulis oleh Rama Tjan Sie Tek, M.Sc., Penerjemah Tersumpah, Sāsanadhaja Dharma Adhgapaka, Rohaniwan Buddha Kementerian Agama Republik Indonesia