(Sumber gambar: https://pixabay.com/photos/buddhism-temple-monks-thailand-436767/)
13. YA Subhūti Thera
Menurut Nanamoli & Bodhi (1995: 1351) YA Subhūti adalah adik Anāthapiṇḍika.
Menurut Halaman 459-463 Vinaya Piṭaka, suatu hari Anāthapiṇḍika mengundang Sang Buddha untuk makan di rumahnya. Setelah itu, Anāthapiṇḍika membeli taman luas milik Pangeran Jeta yang dibayar dengan menutupi seluruh taman dengan koin uang emas. Kemudian di taman itu, Anāthapiṇḍika membangun Vihāra Jetavana dan mempersembahkannya kepada Sang Buddha.
Nanamoli & Bodhi (1995: 1351) juga mencatat bahwa pada hari upacara persembahan vihara tersebut, Subūthi muda pergi ke vihara tersebut dan mendengarkan pembabaran Dhamma. Keyakinannya muncul, lalu menjadi bhikkhu dan kemudian menjadi Arahat.
Menurut Nānamoli & Bodhi (1995:1351) Sang Buddha mengangkat beliau sebagai siswa yang terkemuka dalam dua kategori: yang hidup tanpa pertentangan dan yang layak menerima persembahan.
Dalam Subhūti Sutta tercatat bahwa Sang Bhagava (Sang Buddha) melihat YA Subhūti sedang duduk tidak jauh, kaki beliau bersila, tubuh terjaga tegak, berpusat pada konsentrasi yang bebas dari pikiran yang terarahkan.
Lalu, setelah mengetahui pentingnya hal itu, Sang Buddha pada saat itu mendeklamasikan:
Orang yang pikirannya menguap,
sangat terkendali
di dalam,
tanpa jejak,
menembus belenggu itu,
yaitu orang yang melihat keadaan tanpa bentuk,
sehingga mengatasi keempat buah kuk,
tidak akan lahir kembali.
13. The Venerable Subhūti Thera
The Venerable Subhūti was Anāthapiṇḍika’s younger brother.
According to pages 459-63 of Vinaya Texts, one day Anāthapiṇḍika invited the Buddha for a meal at his home. After that, the former bought a large park belonging to Prince Jeta, the payment for which was gold coins used to cover the whole park. Then, Anāthapiṇḍika built the Jetavanna Monastery and donated it to the Buddha.
Nanamoli & Bodhi (1995: 1351) further record that on the day of donation, young Subhūti went to the monastery to listen to the exposition of the Dhamma. His conviction arose and he became a monk and then reached arahantship.
According to Nānamoli & Bodhi (1995:1351) the Buddha appointed him the foremost disciple in two categories: those who live without conflict and those who are worthy of gifts.
In the Subhūti Sutta it is recorded that the Buddha saw the Venerable Subhūti sitting not far away, his legs crossed, his body held erect, centered in a concentration free from directed thought.
Then, on realizing the significance of that, the Blessed One on that occasion exclaimed:
Whose thoughts are vaporized,
well-dealt-with
within,
without trace —
going beyond that tie,
one who perceives the formless,
overcoming
four yokes,
does not go
to rebirth.
Ditulis oleh Rama Tjan Sie Tek, M.Sc., Penerjemah Tersumpah, Sasanadhaja Dharma Adhgapaka, Rohaniwan Buddha Kementerian Agama Republik Indonesia