Sepuluh Tanya-Jawab Umum tentang Pattidāna

  1. Apa arti pattidāna? (a) Secara harfiah dan tata bahasa: dāna yang berupa kebajikan (patti); (b) secara umum: pelimpahan kebajikan
  2. Apa beda antara dāna dan pattidāna?

Dāna diberikan langsung kepada orang kedua, misalnya bhikkhu, sehingga merupakan kebajikan (patti) dan pattidāna adalah dāna berupa kebajikan tersebut yang dilimpahkan atau diberikan kepada pihak ketiga, terutama petā.

  • 3. Perbuatan-perbuatan apa saja yang dapat dijadikan pattidāna?

Setiap perbuatan baik atau kebajikan dapat dijadikan pattidāna: segala jenis dāna (barang, uang, senyum, pertolongan dll yang diberikan kepada orang lain, apalagi kepada orang suci atau luhur), hasil praktik sīla dan bhāvana.

  • 4. Apa tujuannya? Untuk secara mental membantu meringankan penderitaan penerima pattidāna, terutama mendiang kita, orang yang sedang sakit dll) agar penerimanya ber-muditacittā (senang melihat atau mendengar) tentang pattidāna yang diberikan.
  • 5. Apa saja manfaatnya?
  • 5.1 Bagi para mendiang:
  • Memberi mereka kesempatan untuk membuat kebajikan dengan merasakan manfaat dan mengucapkan terima kasih  untuk pattidāna yang diberikan (kataññu katavedī) (Stanza 4 Tirokuḍapetāvatthu, Petāvatthu 5);
  • mereka bahkan mampu mengucapkan “Semoga panjang umur dan semoga bahagia” kepada para pemberinya (Stanza 5 Tirokuḍḍapetāvatthu, Petāvatthu 5);  
  • Bermanfaat seketika maupun secara jangka panjang karena mereka hidup hanya dengan apa yang diberikan dari alam manusia (Stanza 6 Tirokuḍḍapetāvatthu)Membangkitkan kembali indra-indra mereka yang tenggelam karena segala macam penderitaan: stres, aneka kesulitan, kelaparan, kelelahan dan kehausan selama menjadi petā (Tirokuḍḍapetāvatthuvaṇā, Petāvatthu-aṭhakathā 5);
  • Membantu mereka mengakhiri berakhirnya masa hidup mereka sebagai petā jika memang masa itu menjelang habis (Tirokuḍḍapetāvatthuvaṇṇā, Petāvatthu-aṭṭhakathā 5);
  • Dll
    • 5.2 Bagi orang sakit atau yang menjelang meninggal:
  • Mendorong timbulnya muditacittā pada orang yang sakit atau menjelang meninggal (sepanjang mereka memiliki keyakinan yang cukup teguh pada ajaran Buddha (pasannacittā), sadar penuh dan mampu mendengar pelimpahan kebajikan yang dilakukan) sehingga mereka menjadi tenang. Bagi yang sakit, hal itu akan membantu meringankan sakit mereka dan mendorong kesembuhan mereka.

5.3 Bagi yang menjelang meninggal, hal itu membantu menimbulkan cuti cittā (pikiran pada saat terakhir menghadapi kematian) yang tenang sehingga dapat diperkirakan lahir kembali di alam bahagia, apalagi jika percaya pada Sang Buddha dan/atau ajaran-Nya.

Catatan:

Cuti cittā dipercaya menentukan alam kelahiran kembali seseorang, hewan dan makhluk lainnya. Orang yang sangat bajik pun bisa lahir kembali di alam menderita (apāya) jika ia ingat hanya perbuatan buruknya yang melanggar salah satu Pañcasīla Buddhis, misalnya perbuatan asusila.

Contoh: Ratu Mallikā, isteri kesayangan Raja Pasenadi, lahir kembali di Neraka Avici selama satu minggu, kemudian lahir kembali lagi di Surga Tusita, karena mengingat satu perbuatan asusilanya dengan anjingnya yang bernama Vallabha, walaupun ia adalah salah satu murid langsung Sang Buddha yang terkenal setia dan yakin pada Sang Buddha, tekun berdāna kepada Sang Buddha dan banyak sekali bhikkhu dll (6. Mallikādevīvatthu, 11. Jarāvaggo, Dhammapada-aṭṭhakathā).

  • 5.4 Bagi para pemberi:
  • Berbuat salah satu kebajikan (puñña) yang sebaiknya dilakukan oleh setiap orang dengan melaksanakan kewajiban kelima seorang anak sebagaimana ajaran oleh Sang Buddha di Sigālovāda Sutta: saya akan memberikan persembahan kepada orangtua saya setelah mereka meninggal dunia;
  • Menunjukkan sifat kataññu katavedī sebagaimana yang diajarkan oleh Sang Buddha di Dulabbha Sutta, Ańgutarra Nikāya 12(2)(2);
    • o Melaksanakan kewajiban kepada sanak-keluarga (ñātidhamma) (Stanza 12 Tirokuḍḍapetāvatthu);
  • Juga ber-muditacittā (satu di antara 4 sifat luhur: mettā, karunā, muditā dan upekkhā) karena telah membantu meringankan, bahkan menghilangkan penderitaan berat leluhur dan membahagiakan mereka;
  • Disukai oleh banyak orang dan makhluk lainnya;
  • dll.
  • 6. Apakah pelimpahan pattidāna merupakan ikut campur kita dalam hukum karma?

Bukan, karena (i) pemberi pattidāna hanya berupaya mendorong penerimanya ber-muditacittā; (ii) jika penerimanya, yaitu ñātipetā (petā yang merupakan sanak-keluarga pemberi), mengakhiri masa hidup mereka di alam mereka, itu karena buah dari muditacittā mereka sendiri dan matangnya buah karma mereka untuk keluar dari alam mereka (Tirokuḍḍapetāvatthuvaṇṇā, Petāvatthu-aṭṭhakathā 5)

  • 7. Apakah setiap petā dapat menerima pattidāna? Tidak. Menurut Ashin Janakābhivaṁsa (Abhidhamma in Daily Life, 1975: Bab 7), (i) petā yang hidup di hutan, gunung dan tempat lain yang sangat jauh atau terpencil tidak dapat menerimanya; (ii) bila bhikkhu yang menerima dāna tidak bermoral.

Menurut Tirokuḍḍapetāvatthuvaṇṇā, Petāvatthu-aṭṭhakathā 5, yang juga tidak bisa adalah petā yang masa hidup mereka di alam petā belum cukup atau buah karma baik mereka di masa-masa lampau sebelum menjadi petā belum matang untuk memungkinkan mereka menerima pattidāna dan mendapatkan manfaatnya.

  • 8. Sejak kapan umat Buddha melakukan upacara pattidāna? Tidak tahu, tetapi Sang Buddha Gotama memberikan contoh betapa pentingnya pattidāna bagi ñātipetā melalui Tirokuḍḍapetāvatthuvaṇṇā, Petāvatthu-aṭṭhakathā 5:

Begitu Raja Bimbisāra mempersembahkan dāna makanan dan minuman yang besar (mahādāna) kepada Sang Buddha dan para bhikkhu, sambil berkata,” Semoga (semua) ini melimpah kepada sanak-keluarga saya,” makanan dan minuman surgawi pun muncul untuk para petā yang sedang menunggu pattidāna. Mereka merupakan sanak-keluarga Raja Bimbisāra, raja Magadha pada waktu itu. Ketika sang raja memberikan pakaian dan berkata yang sama, pakaian surgawi pun muncul untuk para petā itu dst.

  • 9. Apa sajakah syarat-syarat untuk pemberian dāna yang akan dijadikan pattidāna?

Jawabannya adalah sejumlah saran di bawah ini:

  • Serius dan tekun selama persiapan sd selesai;
  • Uang untuk pembeliannya berasal dari mata pencarian yang benar (samma ajiva);
  • Persiapkan pembelian barang-barang yang akan dijadikan dāna itu dengan bahagia karena punya kesempatan melakukannya;
  • Jika berupa makanan dan minuman, sebaiknya beli bahannya yang sesegar dan sebaik mungkin, lalu masak sendiri (bahkan lebih baik bersama-sama dengan anggota keluarga yang lain) pada waktunya dengan perasaan bahagia; semua bahan dan bumbu dll sebaiknya minimal bermutu yang setara dengan yang biasa dikonsumsi sendiri, bahkan jika mungkin, yang lebih bermutu dan lebih mahal, tetapi dengan bijaksana;
  • Jika berupa vitamin dll, beli dengan persyaratan yang sama seperti yang di atas;
  • Undang leluhur yang bersangkutan seminggu sebelumnya (melalui pikiran dengan membayangkan wajah-wajah mereka dan memanggil mereka dengan nama lengkap mereka, atau panggilan sehari-hari mereka, ketika masih hidup) untuk datang ke tempat acara pada jam dan, hari dan tanggal yang telah ditentukan, dan secara lisan sebutkan alamat lengkap tempat itu);
  •  Pemberiannya dilakukan dengan bahagia, tulus dan tanpa pamrih; dan
  • Praktikkan Pañcasīla secara aktif dan bermeditasi mettā, minimal selama seminggu sebelum hari H, lalu limpahkan buah-buahnya kepada para para leluhur;
  • Pada saat pemberiannya kepada Bhikkhu Saṅgha, ucapkan dengan tulus di dalam pikiran, “Semoga buah dari dāna ini melimpah kepada para leluhur saya. Semoga mereka bahagia;” dan
  • Rasakan terus kebahagiaan ber-pattidāna sebelum, selama dan sesudah pemberiannya kepada bhikkhu.
  1.  10. Saran lainnya: Pattidāna sebaiknya diberikan sesering mungkin dan secara bijaksana, artinya tidak memberatkan keuangan diri sendiri

Silakan juga baca:https://www.buddha-gotama.com/2023/06/16/pattidana-arti-dan-manfaatnya/

Semoga bermanfaat.

Tjan
Tjanhttps://www.tjansietek.com
A senior Indonesian-English sworn translator, former licensed personal advisor and analyst in the Indonesian capital markets, former college lecturer in English for Buddhism, Tipitaka translator, senior member of the Indonesian Translators Association and Indonesian Therevadin Buddhist Council, recipient of the Sāsanadhaja Dharma Adhgapaka award given by the Ministry of Religions of the Republic of Indonesia, Buddhist preacher under the same ministry

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
- Advertisement -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
- Advertisement -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Latest Articles

×

 

Hello!

Click one of our contacts below to chat on WhatsApp

× Apakah ada yang bisa kami bantu?