Peran Besar Buddhisme Zen Dalam Sukses Bisnis Jepang

San Ma no I

Tiga Pintu menuju Sukses

Salah satu pelajaran terpenting yang orang Jepang dapatkan dari Buddhisme Zen (jhana), terutama yang disebarluaskan di Jepang oleh Eisai (1141-1215) dan bahkan oleh Dogen (1200-1253) yang lebih terkenal, yang merupakan pendiri sekte Soto, adalah pentingnya jiwa dalam semua upaya manusia. 

Orang Jepang mendengar bahwa ada unsur kerohanian dalam segala bentuk pencapaian dan semakin besar pencapaian yang diperoleh, semakin besarlah keterlibatan jiwa di dalamnya.

Kelas pejuang samurai Jepang, yang bangkit sekitar abad ke-11 dan ke-12, menjadi penyokong besar aliran Buddhisme Zen karena aliran atau mazhab Buddhisme itu mengajarkan gaya hidup ketat yang digabungkan dengan dedikasi yang hampir kerasukan untuk berlatih gaya hidup dan seni. Karena kehidupan para samurai bergantung pada keterampilan yang luar biasa dalam seni bela diri dan akhirnya juga pada tingkat keterampilan yang sama-sama luar biasa dalam etiket sosial yang ketat, Zen menjadi tuntunan kerohanian sekaligus pedoman latihan mereka.

Para samurai adalah kelas penguasa Jepang dari sekitar tahun 1185 hingga 1868. Meskipun mereka hanya terdiri dari sepuluh persen populasi, mereka menentukan standar-standar dalam setiap segi kehidupan setiap orang Jepang: dalam bahasa dan kesusasteraan, estetika, seni, kerajinan tangan, perilaku sehari-hari dan dalam moralitas.

Para samurai juga mengilhami kebudayaan Jepang dengan sifat bela diri kuat yang mempersiapkan orang Jepang untuk melakukan segala sesuatu dalam urutan yang tepat dan teratur serta dan membenci kelemahan atau kegagalan apa pun. Hingga hari ini tidak ada bidang hidup orang Jepang yang tidak dipengaruhi oleh warisan Zen dan masih ada unsur Zen dalam karakter setiap orang Jepang. 

Zen masih merupakan inti semua seni bela diri di mana Jepang termasyur, dari aikido ke karate hingga kendo; dan aturan-aturan Zen yang berlaku untuk mempelajari seni-seni bela diri itu diajarkan sebagai garis pedoman untuk sukses dalam bisnis.

Nobuharu Yagyu, iemoto atau kepala sekolah ke-21 dari Sekolah Kendo Yagyu, menjelaskan bahwa rahasia untuk mencapai keterampilan dalam kendo adalah semangat yang berasal dari pengulangan san ma no I, atau “tiga latihan”. Tiga latihan tersebut adalah menerima ajaran yang benar, mendedikasikan diri pada ajaran tersebut dan menerapkan akal budi kita sendiri pada apa yang pernah dipelajari dari berbagai ajaran tersebut.

Satu di antara aspek menyerap dan menggunakan ajaran yang benar tersebut adalah mengosongkan pikiran dari hal-hal yang lain, berupaya untuk bebas tuntas dari kemelekatan dan membuka pikiran sepenuhnya untuk menerima seutuhnya dan secara tepat apa pun situasi yang dialami.

Yagyu berkata bahwa penting sekali  seseorang memelihara ken, yaitu “pandangan,” dan kan (sati), “pandangan terang,” untuk melihat atau merasakan kenyataan dan dapat menafsirkan niat-niat seorang lawan — yang mencakup gerakan yang sekecil apa pun atau bahkan tiada gerakan sekali pun. Itu salah satu pelajaran yang berlaku  bagi semua perilaku manusia, bukan hanya kendo.

Sebagaimana yang semua ahli dengar, begitu mencapai suatu tingkat tinggi keterampilan dalam seni atau keahlian apa pun, latihan dan praktik harus berlanjut untuk memelihara keterampilan itu, yaitu salah satu ciri filosofi kaizen bangsa Jepang.  Filosofi itu beranggapan bahwa seseorang tidak pernah benar-benar menguasai apa pun dan, karena itu, harus terus-menerus berjuang untuk meningkatkan mutu.

 Ada pepatah yang terkenal  dalam bahasa Jepang yang mengungkapkan kepercayaan terus-menerus pada peningkatan mutu yang berkesinambungan: “Hari ini aku harus mengalahkan diriku yang kemarin.”

Dari Japan’s Cultural Code Words

Related Articles

- Advertisement -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
- Advertisement -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
- Advertisement -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Latest Articles

×

 

Hello!

Click one of our contacts below to chat on WhatsApp

× Apakah ada yang bisa kami bantu?