Home Blog

Kisah Hidup Putri YASHODHARA – Bagian 01

Hubungan antara Pangeran Siddhārtha dan Putri Yaśodarā bukanlah hubungan biasa. Hubungan itu sudah terjalin sejak lama dan berakar dalam. Meskipun tidak mudah untuk menentukan kapan tepatnya hubungan saṁsāra mereka dimulai, pada masa Buddha Agung Dīpaṁkara, terjadi sesuatu yang aneh tetapi menakjubkan:

Pada saat itu, Sang Bodhisatta lahir dalam keluarga brahmana yang sangat kaya. Begitu ia menjadi muda dan kuat, alih-alih menikah dan menguasai kekayaannya, ia ingin meninggalkan kehidupan rumah tangga dan menjadi seorang petapa. Namun, orang tuanya menolak. Namun, segera setelah orang tua tercintanya meninggal, ia meninggalkan semua kemewahannya, menyumbangkan semua kekayaannya, dan menjadi seorang petapa. Namanya adalah ‘Sumēdha,” maka ia menjadi ‘’Sumēdha Asem.”

………Sumēdha meninggalkan kehidupan berumah tangga, pergi ke Himalaya, dan menjadi seorang petapa. Ia mencapai jhāna dan pengetahuan langsung (abhiññā) dengan usahanya sendiri. Suatu hari ia bepergian melintasi langit di atas kota Ramma, kota tempat ia biasa pergi mencari garam dan bumbu-bumbu. Pada hari itu, ia melihat penduduk kota dengan bersemangat menghiasi jalan. Melihat itu, ia turun ke tanah dan mendekati mereka.
“Teman, mengapa engkau menghiasi jalan ini?”
“Pertapa Dīpaṁkara, Yang Tercerahkan Tertinggi (Buddha), Sang Bijak Agung yang membebaskan makhluk dari penderitaan kehidupan, akan datang ke kota kita ditemani oleh rombongan besar bhikkhu.”
Saat Sumēdha mendengar kata ‘Buddha,’ seluruh tubuhnya gemetar karena kegembiraan. Sumēdha juga minta kesempatan untuk membantu mempersiapkan jalan. Kemudian, orang-orang memberinya bagian jalan yang sulit dan berlumpur untuk dipersiapkan. Dengan kekuatan kesaktiannya, Sumēdha dapat menyelesaikan tugas itu dengan segera, tetapi ia memilih untuk melakukannya dengan keringat di dahinya. Setelah mengambil cangkul dan karung goni, ia membawa tanah dan menyebarkannya secara merata di bagian jalan yang berlumpur.
Tiba-tiba, keheningan yang luar biasa disertai dengan kedamaian dan ketenangan memenuhi udara. Petapa Sumēdha mendongak dan melihat pemandangan yang luar biasa.
‘Orang bijak yang membebaskan makhluk dari penderitaan kehidupan sedang datang ke sini!’
Dengan gelisah, Sumēdha berpikir dalam hati: ‘Oh tidak! Saya masih belum menyelesaikan bagian jalan yang ditugaskan kepada saya. Apa yang harus kulakukan?”
Kemudian, ia kemudian melirik ke sana-kemari antara Sang Buddha dan jalan yang berlumpur. Tidak ada waktu untuk berpikir. Sumēdha berbaring di bagian jalan yang berlumpur dengan kepala menghadap Sang Buddha, dan telapak tangan disatukan untuk memberi hormat. Sumēdha berbicara keras kepada Sang Buddha:
“Semoga Orang Bijak Agung yang membebaskan makhluk dari penderitaan kehidupan tidak menginjak lumpur tetapi berjalan di punggung saya sebagai gantinya.”
Sambil berdiri di samping petapa Sumēdha, Buddha Dīpaṁkara menyapa para bhikkhu:
“Para bhikkhu, lihatlah petapa agung ini yang berbaring di lumpur, minta saya untuk berjalan di punggungnya. Ia adalah calon Buddha di masa depan. Untuk tujuan itu, ia harus mengembangkan kesempurnaan (pāramī) untuk waktu yang sangat lama. Empat kalpa yang tak terhitung dan seratus ribu kalpa dari sekarang, sebuah kalpa yang disebut ‘kalpa yang beruntung’ akan muncul. Dalam kalpa itu, tiga orang Buddha akan muncul di hadapannya; ia akan menjadi yang keempat.
Para bhikkhu, nama Buddha itu adalah ‘’Gotama.’’ Dalam kehidupan itu, ia akan lahir di Kapilavatthu, ayahnya adalah Raja Suddhodana, ibunya adalah Ratu māyā. Bermeditasi di bawah pohon Assattha, memperoleh wawasan tentang realitas, ia akan mencapai pencerahan dengan mengalahkan Mārā.”

(Buku ‘Buddha: ‘Sang Bijak yang Luar Biasa,’ Yang Mulia Kiribathgoda Gnānānanda Thera)

Sementara hal-hal menakjubkan itu terjadi, semua penduduk kota berkumpul di sana untuk menyaksikan semuanya. Pertama, mereka mengalami satu keheranan: keheranan tentang Sang Bijak Agung, Sang Tercerahkan, Buddha Dīpaṁkara. Dan sekarang mereka juga mengalami keheranan kedua ini. Keheranan Pertapa Sumēdha. Sekarang … ia bukan lagi seorang pertapa biasa. Ia telah memperoleh kata pasti dari Buddha Dīpaṁkara untuk menjadi satu pribadi agung yang unik: seorang Calon Buddha (Bodhisatva). Ia diberkati oleh Buddha Dīpaṁkara untuk mencapai Ke-Buddha-an di masa depan yang panjang, setelah empat kalpa yang tak terhitung dan seratus ribu kalpa, dengan nama  ‘’Gotama.” Dengan demikian, penduduk kota menjadi gembira oleh kedua keheranan itu dan sangat bahagia melihatnya. Di antara mereka, ada seorang wanita, seorang “paribrajikā,” yang berarti ‘wanita yang telah pergi’ (seorang pengembara). Meskipun dia juga menyaksikan kedua keajaiban itu seperti yang lain, dia lebih gembira melihat Pertapa Sumēdha. Dia takjub dengan kejadian itu. Dia tidak dapat mengalihkan pikirannya dari Pertapa Sumēdha. Segera, dia mempersembahkan dua ikat bunga teratai biru di kaki Sang Tercerahkan, Buddha Dīpaṁkara, dan membuat permohonan.

“Semoga bunga-bunga ini dipersembahkan kepada Sang Guru Agung, Sang Buddha. Dengan pahala yang saya kumpulkan, semoga saya menjadi wanita yang dengan sepenuh hati membantu orang bijak yang luar biasa ini untuk mencapai Ke-Buddha-an yang agung, sepanjang empat kalpa yang tak terhitung dan seratus ribu kalpa. Semoga saya menjadi ‘Yaśodarā’ yang melahirkan anak tunggalnya, ‘Rāhula.” Semoga saya menjadi bayangannya yang tak pernah pergi dan membantu dalam segala hal – melalui tubuh, ucapan, dan pikiran – untuk memenuhi ‘kesempurnaan yang diperlukan untuk mencapai Ke-Buddha-an. Sama seperti petapa Sumēdha ini yang memperoleh ‘proklamasi agung Ke-Buddha-an,” demikian pula semoga keinginansaya menjadi kenyataan.’ 

Kisah paribrājika ini juga menakjubkan. Kisahnya adalah sebagai berikut: Istri Pangeran Dīpaṁkara (dalam kehidupan awam Buddha Dīpaṁkara) adalah Ratu Padumā. Suatu hari, seorang wanita bangsawan bernama Sumitrā melihat ratu dan sangat gembira dan senang dengan kualitasnya yang menawan dan kecantikannya yang tak tertandingi. Kemuliaan dan keagungannya menyentuh hatinya dalam-dalam. Sejak saat melihatnya, dia tidak bisa memikirkan hal lain selain kemuliaan ratu Padumā. Dia akhirnya mengambil keputusan. Sementara orang tua dan kerabatnya yang kaya menolak, dia meninggalkan semuanya dan mengubah hidupnya menjadi tuna wisma. Dia menjadi seorang paribrājika. Dia ingin mengumpulkan lebih banyak pahala dengan menjalani kehidupan selibat. Dia ingin mengumpulkan banyak pahala dengan mempraktikkan selibat yang ketat seperti yang diikuti oleh sangat sedikit paribrājika pada saat itu. Dia ingin mengumpulkan pahala dan menjadi seorang ratu seperti Padumā, istri seorang Buddha dalam kehidupan awam.

Sungguh menakjubkan bahwa meskipun dia tidak mengetahui tentang calon Buddha, dia berpikir untuk menjadi istri seorang Buddha dalam kehidupan awam; untuk itu, dia berpikir mengumpulkan pahala adalah cara untuk mencapai tujuannya. Untuk mengumpulkan pahala, dia memilih menjalani hidup selibat (seorang yang tidak kawin). Bukankah itu luar biasa? Bahkan sebelum dia mengetahui tentang calon Buddha, dia telah mempersiapkan dirinya untuk calon Buddha.

Dia tidak menyadari:

1. Berapa lama seorang Buddha harus berjuang untuk memenuhi persyaratan untuk menjadi seorang Buddha. Namun, dia siap untuk perjalanan yang akan datang.

 2.Dia tidak tahu bahwa dia harus menanggung pengorbanan yang sangat besar.

3. Dia tidak tahu bahwa dia harus menanggung semua kesedihan dan mengabdikan dirinya seperti tidak ada orang lain.

 4. Dia tidak tahu bahwa anak-anak yang lahir dari darahnya sendiri akan diberikan oleh Bodhisatva sebagai sedekah.

5. Dia tidak tahu bahwa dia akan melakukan pengorbanan ini tidak hanya sekali tetapi berkali-kali dalam banyak kehidupan.

6. Dia tidak tahu bahwa ia harus mengorbankan hidupnya dengan menjadi santapan para porisāda (kanibal), monster-monster ganas, dan binatang buas.

7. Dia tidak tahu bahwa ia harus menyerahkan semua harta miliknya—uang, perhiasan, pakaian, rumah, kerajaan, istana, pelayan, dan semua kekayaan.

8. Ia tidak tahu bahwa ia harus terus menanggung semua kesedihan dan rasa sakit ini dalam kehidupan yang tak terhitung jumlahnya selama ribuan tahun tanpa henti.

9. Dia bahkan tidak tahu bahwa mulai sekarang, dia ditakdirkan untuk menghadapi semua kesulitan sebagaimana yang ditakdirkan khusus untuk istri seorang Bodhisatta, yang tidak akan pernah ada bandingannya dengan wanita mana pun di dunia ini.

10. Jadi, ketika dia sedang mengembara dengan cita-cita itu, dia tidak sengaja menyaksikan peristiwa yang menakjubkan ini.

Itulah sebabnya, pada pandangan pertama, dia terinspirasi oleh kejadian itu dan segera membuat keinginannya.

Baik Pertapa Sumēdha maupun Paribrājika Sumitrā membuat keinginan yang berbeda, yang sebenarnya ditakdirkan untuk terjadi di masa depan bersama-sama. Namun dalam kehidupan itu, mereka tidak pernah bertemu lagi. Pertapa itu menjadi seorang bhikkhu pada masa Buddha Dīpaṁkara, dan paribrājika melanjutkan kehidupan selibatnya sendirian.

Jadi, begitulah kisah Bodhisatta kita dan istri tercintanya Yaśodarā dimulai.

Sejak Sumitrā memiliki aspirasi yang kuat, ia terus melakukan banyak sekali perbuatan baik berulang kali selama jangka waktu yang panjang, dengan tekad untuk bersatu dengan suaminya yang seperti manusia. Bodhisatva kita terus mengumpulkan cukup banyak pahala untuk mencapai ke-Buddha-an, dan ia, Sumitrā, terus membantu beliau mengumpulkan pahala tersebut. Ia, seperti bayangannya, selalu berada di belakangnya; seperti ibunya yang memberinya energi dan keberanian; seperti seorang teman yang memberinya dorongan dan kekuatan; seperti seorang saudara perempuan yang mengorbankan segalanya hanya untuk melihat keberhasilannya; seperti seorang putri yang begitu rendah hati dan patuh; seperti seorang pelayan yang menanggung kesulitan dan kesukaran. Sebagai seorang istri sejati, ia melakukan segalanya dan sama sekali tidak ada yang tidak dapat ia lakukan untuknya. Ia membantunya dalam segala aspek dan memompa napas untuk pemenuhan sepuluh kesempurnaan. Singkatnya, ia menyuburkan ladang pahala, yang dibudidayakan oleh Bodhisatva untuk Ke-Buddha-an. Selama kurun waktu empat kalpa yang tak terhitung dan seratus ribu kalpa, ia terus melakukannya. Itu adalah lautan air mata, lautan kesabaran, lautan ketahanan, lautan berkah, lautan kepedulian, lautan cinta -bagaimanapun juga, lautan pahala yang agung.

Dalam banyak kehidupan, ia meninggalkan kehidupan duniawinya di hutan bersama Bodhisatva, meninggalkan banyak harta, sepupu-sepupu yang cantik, anak-anak, orang tua dan saudara, kerajaan, istana, dan semua kemewahan. Dalam banyak kehidupan selama ribuan tahun yang tak terhitung, ketika ia ingin memberi, ia tidak pernah menyembunyikan apa pun dan membiarkannya memberikan semuanya. Ketika ia ingin hidup membujang, ia juga menjalani kehidupan yang sama.

Di masa lalu, ada banyak era di mana orang memiliki rentang hidup ratusan tahun, rentang hidup ratusan dan ribuan tahun. Rentang hidup ratusan ribu dan ribuan tahun. Di era seperti itu, dia mengabdikan hidupnya untuk membujang, atau hidup dengan anggun dengan satu suami. Dia tidak pernah bertindak melawan suaminya, dia bahkan tidak berpikir untuk menentangnya. Dia, dengan penuh pengabdian, membantu suaminya dalam segala hal.

Ketika Sang Bodhisatva menjaga keenam indranya, dia tidak pernah mengganggunya, sebaliknya dia juga melakukan hal yang sama. Ketika Sang Bodhisatva berusaha keras untuk menyempurnakan sepuluh kesempurnaan, tanpa halangan, dia juga melakukan kesempurnaan. Pelanggaran seksual adalah sesuatu yang tidak pernah dia lakukan. Dia mengorbankan hidupnya untuk mati tetapi tidak pernah melakukan pelanggaran seksual.

Tekad Sumitrā untuk menjadi permaisuri seorang Buddha dalam kehidupan awam bukanlah sesuatu yang hanya diinginkannya. Dia tidak melakukannya hanya dengan meniru ratu; itu adalah fakta luar biasa yang tidak dapat dipahami oleh pikiran duniawi.

Di zaman modern, kita hanya melihat peniruan dan upaya yang dilakukan untuk meniru, yang jelas tidak masuk akal. Hanya dengan melihat dan mendengar, orang cenderung meniru orang yang mereka sukai. Mereka meniru begitu banyak karakter: aktor dan aktris, pahlawan dan petarung, pemain kriket dan pemain, politisi dan tokoh terkenal, dan terkadang bahkan penyelundup dan penjahat. Tetapi, tidak satu pun dari mereka dapat membawa mereka kedamaian batin, juga tidak dapat memberi mereka setidaknya sedikit kepuasan. Di dalam diri mereka, tidak terlihat cinta kasih, kasih sayang, kemurahan hati, keseimbangan, kebajikan, atau kualitas apa pun yang dapat membawa mereka kebaikan dan kebahagiaan sejati. Akan tetapi, di sana terlihat cukup banyak kecemburuan, amoralitas, kesombongan, kebohongan, kebanggaan, tipu daya, keegoisan, delusi, kekerasan, ketidakjujuran, ego dan iri hati, keserakahan, kebencian, ketidakpercayaan, dan masih banyak lagi. Tetapi, sungguh menakjubkan bahwa dalam keinginan Sumitrā, tidak ada satu pun sifat buruk seperti itu. Itu benar-benar murni, semurni kulit kerang yang telah dicuci.

Di luar itu, saat ini sungguh sulit menemukan orang yang dengan polos mengembangkan kebajikan dan membuat keinginan dengan altruisme yang tulus. Mereka bahkan tidak menyadari bahwa keinginan mereka begitu kuat tertanam dalam ego mereka. Saat ini, pria dan wanita sama-sama terjebak di tengah sejuta keinginan dan impian yang ditujukan untuk membangun sesuatu di sekitar mereka, dan menemukan kebahagiaan dan kesuksesan bagi mereka. Namun, keinginan petapa kita Sumēdha dan Sumitrā’ sangat berbeda: mereka benar-benar murni, semurni kulit kerang yang telah dicuci. Tidak ada sedikit pun bekas luka atau sedikit pun kotoran yang terlihat atau terlihat dalam kemurnian keinginan mereka.

Perjalanan Sumitrā yang dimulai di kaki Buddha Dīpaṁkara tidak pernah berubah hingga ia memperoleh kedudukan sebagai Rahula Mata. Seperti aliran sungai yang mengalir melalui pegunungan Himalaya yang berakhir di samudra raya, tekadnya yang terukir dalam di lubuk hatinya, menuntunnya dengan teguh menuju kelahirannya sebagai Yaśodarā. Tekadnya tidak tergoyahkan, seperti Himalaya yang agung, raja gunung. Tidak ada sedikit pun lubang dalam tekadnya, juga tidak ada sedikit pun noda. Tekadnya benar-benar tanpa noda, bebas dari pandangan diri.

Tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa DIA adalah DARAH KEHIDUPAN dari pemenuhan Sepuluh Kesempurnaan yang dibutuhkan Bodhisatva kita untuk mencapai Ke-Buddha-an. Siapa lagi selain Guru Agung kita, Sang Buddha sendiri yang mengetahui dengan baik tentang Yaśodarā dan pengorbanan yang dilakukannya demi manfaat besar bagi Bodhisatva kita!

Pada tahun pertama pencerahan, setelah tujuh tahun sejak pelepasan agung, untuk pertama kalinya, Sang Buddha datang ke Kim̆bulvatpura, ke negara asalnya, dengan belas kasih yang besar untuk membantu sanak saudaranya dengan Dhamma murni.

Pada hari kedua, Sang Buddha dan rombongan besar Arahat berjalan di sepanjang jalan utama, minta sedekah. Pada hari sebelumnya, baik para bangsawan maupun raja Suddhodana tidak ingat bahwa mereka harus terlebih dahulu mengundang Sang Buddha untuk menerima sedekah besok. Sebaliknya, mereka terburu-buru untuk mengatur sedekah di istana raja dan benar-benar sibuk mengatur balai sedekah.

Sang Buddha tidak merasa malu untuk pergi berpindapata di jalan kerajaan. Tidak terpikir olehnya bahwa semasa hidupnya sebagai seorang pangeran, ia pernah melintasi jalan yang sama dengan kereta kuda kerajaan. Keesokan harinya, sambil memegang mangkuknya, dengan pikiran yang terbebas dan terkonsentrasi, penuh dengan belas kasih, Sang Buddha pergi berpindapata dari pintu ke pintu tanpa melewati rumah-rumah. Ketika putri Yaśodarā melihat hal ini, ia bergegas menemui raja Suddhodana sambil menangis dan menceritakan kepadanya apa yang sedang terjadi. Raja Suddhodana sangat gelisah mendengar hal ini dan meninggalkan istana dengan tergesa-gesa. Sambil mengumpulkan lipatan selendangnya di tangannya, ia berlari dan berdiri di hadapan Sang Bhagava.

“Yang Mulia,  mengapa Anda mempermalukan kami? Mengapa Anda mengemis makanan? Apakah kami tidak mampu memberi sedekah kepada Anda dan Sangha para Bhikkhu?”

“Baginda yang Agung, sudah menjadi kebiasaan keluarga kami untuk minta sedekah dari pintu ke pintu tanpa meninggalkan rumah dengan pikiran yang tidak terikat, hanya demi kelangsungan hidup”

“Yang Mulia, bagaimana mungkin? Bagaimana mungkin ada kebiasaan seperti itu dalam silsilah Mahāsammata kita, silsilah kerajaan Okkāka? Pernahkah Anda mendengar seorang khattiya pun yang mengemis sedekah dengan cara seperti ini?”

“Baginda yang Agung, garis keturunan Okkāka adalah garis keturunanmu, bukan garis keturunan kami. Garis keturunan kami adalah garis keturunan para Buddha dengan pikiran yang terbebaskan, yang telah meninggalkan dua ekstrem dan dengan menempuh jalan tengah mengalahkan pasukan Mārā; dan setelah menaklukkan semua kekotoran, melalui pengetahuan mahatahu menyadari semua fenomena seperti punggung tangan seseorang. Semua Buddha itu pergi minta sedekah dari pintu ke pintu tanpa meninggalkan rumah.”

(Buku ‘Buddha: ‘Sang Bijak yang Luar Biasa’ , Yang Mulia Kiribathgoda Gnānānanda Thera)

Kemudian berdiri di tengah jalan, Sang Buddha membabarkan Dhamma kepada sang raja. Hanya dengan mendengarkan dua bait pertama dari stanza tersebut, sang raja mencapai tingkat kesucian pemasuk arus dan dengan mendengarkan dua bait terakhir, ia mencapai tingkat kesucian kembali sekali lagi.
(Kemudian, ia mencapai tingkat kesucian tidak kembali lagi dengan mendengarkan kisah Jathaka Mahā Dhammapāla dan ketika berbaring di tempat tidur kerajaan di bawah payung putih kerajaan, ia mencapai tingkat kesucian Arahat dan mencapai nibbana akhir di hari yang sama.)

Setelah sedekah, ketika Sang Buddha hendak menghibur dan menyenangkan para pemberi sedekah dengan ceramah Dhamma, beliau melihat Yaśodarā tidak hadir. Ketika Sang Buddha bertanya kepada raja di mana Yaśodarā berada, raja menjawab,

“Yang Mulia, dia berkata ‘jika Sang Buddha mengetahui siapa saya, dia akan datang menemui saya,’ dan tetap tinggal di kamar tidurnya.”

Kemudian, Sang Buddha bersama dengan murid-murid utamanya, Sāriputta dan Moggallāna, pergi ke kamar tidur Yaśodarā dan duduk di tempat yang telah dipersiapkan. Yaśodarā bergegas menghampiri Sang Buddha dan berpegangan erat pada kakinya, mulai menangis tersedu-sedu dengan kepala bersandar di kaki Sang Buddha. Kemudian, Raja Suddhodana berkata:

“Yang Mulia, sejak hari pelepasan keduniawian Anda, dia menangis. Ketika dia mendengar bahwa Anda hanya makan satu kali sehari, dia pun mulai makan satu kali sehari. Dia meninggalkan tempat tidur yang nyaman dan tidur di lantai. Dia tidak lagi menggunakan karangan bunga dan parfum. Setelah melepaskan perhiasannya, dia mengenakan pakaian kuning.”

Sang Bhagava berkata:

“Baginda yang Agung, putri yang tinggal di bawah pengawasanmu ini, setelah memenuhi kesempurnaan, memiliki kebijaksanaan yang matang. Karena itu, tidak mengherankan jika ia menunjukkan komitmen seperti itu. Di kehidupan sebelumnya, ketika ia lahir sebagai seorang kinnari, tanpa ada yang melindunginya, saat tinggal bersama suaminya yang terbaring tak sadarkan diri, ia tanpa pamrih mempersembahkan hidupnya untuk menyelamatkan suaminya.”

Setelah berkata demikian, Sang Buddha menceritakan Canda-Kinnara Jataka.

(Buku ‘Buddha: ‘Sang Bijak yang Luar Biasa’ , Yang Mulia Kiribathgoda Gnānānanda Thera)

Kita tidak dapat membayangkan bagaimana perasaan Yaśodarā saat mendengar suara yang sangat dinantikannya selama tujuh tahun, suara yang dirindukannya selama tujuh tahun, suara yang begitu akrab baginya selama ratusan bahkan ribuan kalpa, dan terlebih lagi, suara seorang Buddha dalam Brahmasvara-nya yang paling merdu (suara yang menyerupai suara Brahma).

Jantungnya berhenti sejenak saat ia melihat Sang Buddha. Karena tidak dapat mengingat kembali pikirannya, ia terus menatap Sang Buddha sejenak. Inilah keadaan terakhirnya. Perjalanan panjang saṁsāra yang telah ditempuhnya dengan mengorbankan hidupnya demi Sang Bodhisatva, memberikan anak-anaknya sebagai sedekah, kini telah berakhir. Ia terus menatap Sang Buddha selama beberapa detik. Dengan mata penuh air mata, ia berlari ke Sang Buddha, berlutut di kakinya, dan mulai meratap dengan hati yang besar dan berat.

Air matanya yang telah ia tumpahkan selama empat kalpa yang tak terhitung dan seratus ribu kalpa atas nama Sang Boddhisatta kini seakan keluar sekaligus, tepat pada saat ini. Air matanya jatuh di kaki Sang Bhagavā. Ia memeluk erat kaki Sang Bhagavā dan terus meratap bagai lautan yang tak bertepi. Tak seorang pun berani menghampirinya dan menghiburnya. Namun, karena kaki itu adalah kaki Sang Buddha, sang raja pun maju ke depan. Dengan penuh belas kasih dan pikiran yang terbebaskan, Sang Buddha, yang mengetahui dengan sangat baik tentang pikiran-pikiran murni Yaśodarā, berkata demikian:

“Baginda yang Agung, biarkan Yaśodarā menangis sepuasnya. Jika ia tidak sempat menghapus kesedihannya dengan air mata, hatinya bisa hancur. Karena itu, Baginda yang Agung, biarkan ia menangis sepuasnya. Semoga ia terbebas dari kesedihannya. Semoga ia sembuh.”

Atas kejadian ini, sang raja mengungkapkan kepada Sang Buddha kehidupan bajik yang telah ia jalani selama tujuh tahun terakhir.
“Yang Mulia, Yang Terberkahi, saat Anda melepaskan kesenangan duniawi Anda, ia juga mencoba meninggalkan istana ini dan meninggalkannya, dengan mengatakan bahwa ia tidak tertarik pada kesenangan kerajaan yang telah Anda tinggalkan. Mendengar itu, saya segera memperkuat para pengawal lebih lagi. Jadi, saat tinggal di istana, ia mulai hidup seperti seorang petapa hutan. Ia berusaha keras seperti yang Anda lakukan. Ia mencukur kepalanya dan mengenakan jubah kasar. Ia berbaring di lantai tanpa tidur di tempat tidur yang nyaman dengan bantal lembut; ia tidur bahkan tanpa tikar. Ia tidak menggunakan kursi tinggi yang nyaman; sebaliknya, ia duduk di kursi rendah. Ia menolak semua kemewahan dan meninggalkan semua aroma bunga dan parfum. Ia makan dalam mangkuk tanah liat. Ia hanya makan di pagi hari. Selama tujuh tahun terakhir, ia telah mempraktikkan tapa seperti ini. Seperti Anda, ia juga sangat menderita.”
“Tidak hanya itu, Yang Mulia, mendengar bahwa Anda telah pergi, semua raja dan pangeran Jambudvipa ini mengirim utusan untuk melamarnya. Banyak hadiah, permata, dan perhiasan yang berharga dikirim. Tetapi, Yang Mulia, dia tidak pernah melihat pesan-pesan itu, dan tidak pernah peduli untuk mendengarkannya.”

Dengan cara itu, raja berbicara dengan penuh kekaguman tentang Yaśodarā di hadapan seratus enam puluh ribu bangsawan. Mendengar tentang kehidupan berbudi luhur Yaśodarā, semua orang, yang tidak mengetahui praktik tapa dan pengabdiannya yang luar biasa kepada Sang Buddha, menjadi terkejut. Mereka meninggikan suara dan berkata ‘Sādhu! Sādhu! Sādhu!’ serempak. Para Sakyā, yang sejak awal sudah mengetahuinya, meninggikan suara mereka lebih keras dan berkata ‘Sādhu! Sādhu! Sādhu!’ serempak. Maka, seluruh istana pun tenggelam dan bergema dengan suara ‘Sādhu’ saat ribuan orang Sakyā menangis, mengagumi kehidupan bajiknya.

Yaśodarā tersadar kembali setelah mendengar suara ‘sadu’ yang bergema. Ia segera berdiri, membungkuk di kaki Sang Buddha, dan melangkah ke samping.

Pada kesempatan itu, Sang Bhagava membabarkan ‘kisah Canda-Kinnara Jataka’ kepada khalayak ramai. Mendengar itu, semua kaum Sakyā bersorak keras dan sangat terkesan. Sambil meneteskan air mata, mereka berteriak keras, ‘Sādhu!! Sādhu! Sādhu!.”

Yaśodarā sekali lagi bersujud di kaki Sang Bhagava, mohon penahbisan dalam ajaran Sang Buddha. Sang Bhagava yang Maha Tercerahkan, yang mengetahui waktu yang tepat untuk segala sesuatu, menolak permohonannya, dan sang raja pun menentangnya sepenuhnya.

Pada hari kedua setelah tiba di Kapilavattu, Sang Buddha menahbiskan saudara tirinya, Pangeran Nanda, putra ratu Mahā Prajāpatī Gotami.

Pada hari ketujuh, setelah membawa mangkuk dan jubahnya di pagi hari, Sang Buddha pergi ke kediaman raja Suddhodana. Kemudian, Yaśodarā memberi tahu putranya, Pangeran Rahula;

“Rāhula, anakku, itu ayahmu. Pergi dan mintalah warisanmu kepadanya.”

Kemudian, Pangeran Rāhula pergi menemui Sang Bhagavā dan berdiri di hadapannya sambil berkata:

“Bhikkhu, bayanganmu menyenangkan bagi saya.”

Sang Bhagava berangkat menuju taman Nigroda. Pangeran Muda Rāhula, yang baru berusia tujuh tahun, mengikuti di belakang Sang Bhagava sambil berkata:

“Oh, pendeta! Berikanlah warisanku. Berikanlah warisanku, pendeta!”

Sang Buddha menyapa dengan kalimat ini kepada Yang Mulia Sariputta:

“Baiklah, Sāriputta, tahbiskanlah Pangeran Rāhula.”

Dengan cara itu, Pangeran Rāhula juga menerima penahbisan dalam ajaran mulia Sang Buddha.

(Buku ‘Buddha: ‘Sang Bijak yang Luar Biasa,’  Yang Mulia Kiribathgoda Gnānānanda Thera)

Pada hari ketujuh itu, sebelum mengirim putranya kepada Sang Buddha, Yaśodarā melafalkan Naraseeha Gatha kepada Pangeran Rāhula, memuji kebaikan ayahnya, Sang Buddha. Setelah membangkitkan keyakinan dalam hati kecilnya tentang ayahnya yang tidak pernah dilihatnya, ia mengirimnya kepada Sang Bhagava. Pangeran Kecil Rāhula berkata kepada Sang Tathagata, ‘’Tuan, saya merasakan kebahagiaan yang luar biasa bahkan dalam bayanganmu’’ dan pergi bersama Sang Buddha yang mengarahkan jarinya ke kuil.

Pangeran Rāhula menerima hadiah tertinggi yang pernah diterimanya dari ayahnya. Dalam ajaran yang mapan sebagaimana diatur oleh Dhamma Agung dan Vinaya sebagaimana diajarkan oleh seorang Buddha, apa lagi yang diharapkan selain menjadi bhikkhu? Kemudian, Samanera Kecil Rāhula mencapai tingkat Arahat dan menjadi ‘yang terdepan di antara para bhikkhu yang bersedia didisiplinkan dalam sebuah komunitas.”

Ketika Yaśodarā mendengar berita bahwa Pangeran Kecil Rāhula telah ditahbiskan, ia mulai menangis lagi. Kehidupan Yaśodarā benar-benar menakjubkan. Seperti sebuah mukjijat. Duka dan air mata bagaikan getah kehidupannya—suara detak jantungnya. Itulah yang diwarisinya dari apa yang telah ia hadapi dalam banyak kehidupan yang tak terhitung jumlahnya. Namun, mukjijat yang sesungguhnya adalah bahwa ia tidak pernah meneteskan air mata hangat, yang disebabkan oleh kemarahan. Ia telah meneteskan lebih banyak air mata daripada jumlah air di tujuh samudra besar, tetapi itu tidak pernah disebabkan oleh kemarahan atau kebencian. Sebenarnya, bagaimana mungkin meneteskan air mata hangat dari seseorang yang tidak memiliki tanda-tanda kemarahan? Yaśodarā tidak pernah marah; karena itu, matanya hanya merasakan air mata dingin, yang dipenuhi dengan cinta kasih, kesabaran, kasih sayang, keseimbangan, dan altruisme.

Setiap kali ia meneteskan air mata, air mata itu memiliki makna yang sebenarnya. Setiap tetes air mata yang ia teteskan dalam saṁsāra menyuburkan ladang kesempurnaan Bodhisatta. Dan dengan demikian mempercepat munculnya Sang Tercerahkan Tertinggi, yang kemunculannya sangat langka di dunia. Jika kita cukup beruntung untuk berlindung pada tiga permata dalam ajaran Buddha di tahun kalender ini, atas nama Buddha Gautama, kita tidak akan pernah melupakan Yaśodarā, yang dalam diam menganugerahkan kita keberuntungan itu. Karena pengorbanannya yang tak terukur, cinta yang tak tertandingi, dan perhatian yang tak tertandingi, Sang Bodhisatta dapat mencapai kesempurnaan yang dibutuhkan untuk Ke-Buddha-an secepat ini. Jika ia dikutuk oleh kebencian, kemarahan, dendam, kecemburuan, keserakahan dan kekikiran, kemunafikan, kekejaman, dan ketidakteraturan, kita tidak akan dianugerahi kesempatan untuk setidaknya mendengar nama Buddha Gotama di era ini. Apa lagi tentang berlindung? Namun, Yaśodarā, yang menanggung segala kesulitan dan menghapus segala kesedihannya dengan air mata, memberi energi bagi kemunculan Sang Buddha Tertinggi Gautama di dunia ini.

Begitulah kisah yang tak terungkap di balik air matanya. Air matanya mengandung pembebasan bagi makhluk hidup, mengandung pembebasan bagi semua makhluk yang telah mencapai buah dari jalan dan mencapai kebahagiaan akhir Nibbāna di masa lalu, sekarang, dan masa depan dalam ajaran Buddha Gautama ini.

Merupakan fakta yang pasti bahwa kemunculan Buddha Gotama dan pembentukan ajaran Buddha Gautama adalah sesuatu yang pasti akan terjadi di dunia ini. Seperti yang diramalkan oleh para Buddha dan dinubuatkan oleh para Buddha, itu akan terjadi persis seperti yang diceritakan dan dilihat, bukan sebaliknya. Tetapi, kenyataan itu dipupuk oleh Yashodara yang menanggung kesulitan, kesedihan, dan rasa sakit dalam membantu Sang Bodhisatta untuk memenuhi sepuluh kesempurnaan.

Semoga makhluk mendengarkan Dhamma, berusaha memahami Dhamma, dan bertindak sesuai dengan Dhamma. Semoga mereka terbebas dari semua penderitaan dan mencapai kebahagiaan akhir Nibbāna dalam ajaran Buddha Gotama ini.

(TST/LN)

Dewa dan dewi dari surga berkunjung

0

Latar belakang pribadi: usia saat ini 63 tahun (pada 2023), pria dengan empat orang putri dan empat orang cucu, berpendidikan S2, Penerjemah Tersumpah, mantan dosen dll.

Inti cerita: ketika berusia 49 tahun, kedatangan satu sosok dewa dan dua sosok dewi pada sekitar jam 8.30 malam, 23 atau 24 Juni 2009.

Rinciannya:

  1. Pada hari Minggu, 21 Juni 2009, saya dilantik sebagai anggota sebuah majelis agama Buddha di Jakarta.
  2.  Pada Selasa, 23 Juni 2009, atau Rabu, 24 Juni 2009, sekitar jam 8.30 malam, saya sedang mengetik di komputer dan isteri saya sedang membaca dokumen di kamar tidur kami.
  3. Lalu, saya beristirahat dengan rebahan di ranjang dalam posisi telentang dan mulai memejamkan mata sebagaimana kebiasaan saya ketika beristirahat sebentar, 15-20 menit.
  4. Baru saja memejamkan mata, tiba-tiba saya melihat dua sosok dewi pada jarak sekitar 15-20 meter.
  5. Mereka berjalan perlahan-lahan sambil menyebarkan kuntum-kuntum bunga yang beraneka warna yang indah di sepanjang jalan yang becirikan:
    1. berwarna agak putih (juga kekuningan-kuningan seingat saya), mirip dengan jalan yang bagus di daerah pedesaan yang apik, bukan jalan aspal atau beton; dan
    1. di pinggir kiri maupun kanannya ada pepohonan aneka warna: hijau, merah dll, dari yang rendah sampai yang cukup tinggi, dari yang tidak rimbun sampai rimbun, seperti jalan-jalan di pedesaan yang masih asri, enak untuk dipandang.
  6. Setiap sosok dewi itu mengenakan blouse panjang berlengan panjang dan celana panjang, mirip dewi-dewi kahyangan yang sering saya lihat di banyak lukisan Tionghoa.
  7. Seingat saya, latar belakang pakaian yang satunya berwarna biru muda sekali yang indah dan yang satunya lagi berwarna hijau muda sekali yang juga indah.
  8. Yang berpakaian hijau muda itu berjalan agak di depan yang satunya lagi. Jadi, tidak berdampingan.
  9. Saya melihat aneka kuntum bunga yang cukup besar dan indah sekali menempel di blouse dan celana panjang mereka masing-masing.
  10. Sambil menyebarkan kuntum-kuntum bunga itu, sesekali mereka memandang saya dengan cukup tajam tapi lembut. Yang berpakaian dengan latar belakang hijau muda itu terlihat lebih cantik dan lebih ramah daripada yang satu lagi.
  11. Keunikan lainnya:
    1. Selama memandang saya dan juga selama melanjutkan penyebaran kuntum-kuntum bunga itu sambil sesekali melirik ke arah saya, kedua mata mereka tidak berkedip sebagaimana mata manusia!!! Saya yakin mereka adalah para dewi kahyangan yang ciri-cirinya sering disebutkan di sejumlah buku tentang agama Buddha;
    1. Tubuh mereka tinggi, di atas tubuh wanita Indonesia pada umumnya dan langsing;
    1. Kulit mereka putih, bersih dan agak bercahaya;
    1. Rambut mereka hitam bersih.
  12. Ketika itu, saya menduga bahwa mereka menyebarkan kuntum-kuntum bunga itu untuk menyambut kedatangan sosok dewa besar atau pejabat dari surga.
  13. Keduanya semakin dekat dengan saya, berjarak sekitar dua meter, sehingga wajah, kulit dan pakaian mereka semakin jelas bagi saya dan kami saling bertatapan. Wajah mereka bersih sekali dan agak bulat.
  14. Kemudian, keduanya berdiri di sisi kiri kepala saya, dengan jarak sekitar satu meter saja dan mereka memandang ke arah tempat mereka mulai terlihat oleh saya tadi.
  15. Dengan tatapan penuh hormat, mereka kelihatan sedang menunggu kedatangan dewa besar atau tokoh dari surga
  16. Sekian detik kemudian, pada jarak sekitar 40 meter, saya melihat pemandangan yang luar biasa sebagaimana yang sering digambarkan di sejumlah buk tentang agama Buddha:
  17. Sejumlah kuda besar berwarna kecoklatan yang tingginya sekitar dua meter dan bertubuh kekar;
  18. Mereka secara berpasangan sedang menarik sebuah kereta kencana (emas) yang besar, tinggi dan indah.
  1. Pada saat itu, saya mendengar isteri saya bertanya kepada saya tentang sesuatu.
  2. Lalu, saya berkata kepadanya,” Tunggu sebentar, Ma. Ada yang sedang datang ke arah saya nih.”
  3. Kuda-kuda itu berlari cukup cepat sehingga dalam waktu singkat sekali sudah melewati sisi kiri saya, tetapi saya tidak mendengar sedikit pun suara, dan berhenti ketika kereta kencana itu ada dalam jarak sekitar 2 meter saja dari sisi kiri saya.
  4. Lalu, saya melihat satu sosok dewa turun dari kereta itu, dengan ciri-ciri sebagai berikut:
    1. Terlihat berwibawa dan berjalan dengan tenang;
    1. Bertubuh langsing dan tinggi sekali, lebih dari dua meter;
    1. Berpakaian lengan panjang yang indah sekali dengan aneka kuntum bunga, seperti yang ada di pakaian kedua sosok dewi itu, tetapi warnanya lebih kuat dan bercahaya;
    1. Berkumis tipis;
    1. Kedua matanya juga tidak berkedip-kedip;
    1. Rambutnya berwarna kehitaman, rapi dan cukup tebal.
  5. Dia berjalan ke arah saya.
  6. Tiba-tiba, saya melihat satu sosok makhluk secara ajaib meloncat keluar dari tengah-tengah tubuh saya, dengan ciri-ciri sebagai berikut:
    1. Berpakaian atau berpenutup seluruh tubuh yang putih, (saya juga pernah melihat dua sosok yang berpakaian atau berpenutup tubuh demikian pada waktu subuh di awal Februari 1992), mirip gambaran umum tentang sosok dari planet luar Bumi ;
    1. Terlihat seperti pria muda, sekitar 20-tahunan;
    1. Tubuhnya setinggi pria muda pada umumnya;
    1. Saya tidak ingat warna rambut dllnya.
  7. Mahkluk itu langsung bersujud di hadapan dewa tersebut dengan cara yang mirip dengan cara dewa atau dewi bersujud kepada Sang Buddha atau bhikkhu yang Arahat dan dihormati mereka: hanya kaki kanannya yang menyentuh tanah sambil mempertemukan kedua tapak tangan di dahi.
  8. Dewa tersebut menyorongkan tangan kanannya sampai terlihat menyentuh rambut makhluk itu dengan telapak tangannya secara lembut.
  9. Lalu, dewa tersebut berkata dengan lembut tetapi jelas,” Mulai hari ini kamu bisa mengajarkan Dhamma (Sang Buddha).”
  10. Sesudah itu, sosok dewa tersebut berjalan kembali ke keretanya dan menaikinya.
  11. Lalu, kereta itu mulai berjalan kembali dengan cepat ke arah kedatangannya, tetapi tanpa sedikit pun suara, lalu menghilang.
  12. Kedua sosok dewi itu terbang tinggi di belakang kereta itu sambil menengok ke arah saya, seperti mengucapkan bye-bye, dan juga menghilang.
  13. Kemudian, saya membuka mata saya dan menceritakan semua hal itu kepadanya.
  14. Isteri berkata bahwa walaupun mata saya terpejam, tetapi wajah saya kelihatan serius sekali. Dia terharu dan bahagia sekali. Saya pun demikian.

Semoga bermanfaat.

Jakarta, 25 Desember 2023

Cattamalo

YA ANURUDDHA (2)

0

Kepada beliau tidak ada yang tersembunyi

Pada suatu hari yang berkesan, enam kerabat Sang Buddha bersama tukang cukur mereka, Upāli, minta pengukuhan. Dalam kelompok tersebut, yang paling terkenal adalah Anuruddha. Temannya, Raja Sakyā Bhaddiya (tidak ada yang lebih tinggi darinya menurut kelahiran) juga hadir. Begitu pula, Devadatta yang menunjukkan bahwa oleh ambisi, bahkan malaikat, bisa jatuh. Tiga orang lainnya adalah Ānanda yang membedakan dirinya dalam berbagai cara, Bagu, dan Kimbala. Dia adalah sepupu pertama Sang Buddha. Dia adalah putra Amitodana, saudara Raja Suddodana.

Melalui kehidupan Mahā Arahat Anuruddha, kita mendapatkan gambaran tentang kehidupan keras dan menuntut seorang petani padi pada masa lalu. Pertama-tama tanah harus dipersiapkan, bendungan harus dibuat untuk menahan air. Penanaman harus dilakukan pada musim yang tepat. Gulma harus dicabut sesekali, panen, penampi, dan pemisahan padi mengikuti satu sama lain dengan cepat, yang harus diulang tahun demi tahun tanpa henti. Pangeran atau petani harus bekerja untuk kebaikan bersama.

Bagi Anuruddha, mengikuti Sang Buddha adalah tugas yang relatif menyenangkan.

Kisah berlanjut bahwa enam orang Sakyā memberikan semua pakaian dan perhiasan bangsawan mereka dalam sebuah bundel kepada Upāli, tukang cukur, yang mengikuti mereka dan minta agar ia kembali dan menceritakan cerita tentang keberangkatan mereka. Namun, Upāli segera bergabung kembali dengan mereka, dengan menggantungkan bundel tersebut pada cabang pohon di pinggir jalan dengan permintaan kepada orang yang lewat untuk mengembalikannya. Para orang Sakyā merasa senang dengan tindakannya, terutama ketika dia menyebutkan bahwa dia mungkin telah dicurigai melakukan pembunuhan dan bahkan dihukum mati, karena Sakyā dikatakan kejam, jika dia nekat memenuhi perintah mereka.

Mereka sepakat untuk minta Sang Buddha untuk mengukuhkan Upāli, tukang cukur, terlebih dahulu sehingga menurut urutan, setiap orang harus menghormati Upāli. Sang Buddha setuju. Sebagai aturan, mereka adalah ras yang bangga dan menindas. Jadi, dalam Ajaran Buddha tidak ada tempat untuk kebanggaan (māna). Ini adalah penghalang utama untuk mencapai kesucian. Itu adalah sañyojana atau rantai yang mengikat seseorang pada “samsara” yang berarti keberadaan yang berkepanjangan selama banyak kehidupan hingga Nibbāna tercapai. Hanya dengan mencapai ke-Arahat-an seseorang dapat memusnahkan kebanggaan.

Pengukuhan Anuruddha adalah kesuksesan yang menonjol, karena pada tahun pertama saja, dia menjadi Arahat dan diberikan gelar oleh Sang Buddha bahwa dia unggul dalam penglihatan supranatural (sakti).

Dialah yang menasihati Ānanda, pelayan setia Sang Buddha, bahwa Sang Buddha yang sedang menjalani semua tahap persiapan empat Jhana sebaiknya tidak dianggap telah memperoleh pembebasan akhir Nibbāna pada akhir setiap tahap.

Dialah yang menasihati Raja Mallā di Kusinārā ketika usaha yang penuh gejolak dilakukan oleh orang-orang untuk menyalakan api pembakaran jenazah Sang Buddha, untuk menunggu hingga kedatangan Mahā Kassapa karena itu adalah keinginan para dewa yang hadir, sebagai pelaksanaan kehendak Sang Buddha.

Arahat inilah yang memiliki ketakutan yang suci terhadap kemiskinan sehingga ia telah lama menginginkan agar apa pun posisi kehidupan yang dia lahirkan, dia akan terhindar dari rasa sakit mendengar “Tidak.” Cerita mengatakan bahwa bahkan dalam kehidupan terakhirnya, ketika dia bermain dengan teman-temannya, dia mengirimkan pesan kepada ibunya untuk mengirimkan beberapa kue beras; mungkin dia bermain taruhan dan kalah.

Dia terus-menerus minta kue beras. Namun, tiba saatnya persediaan kue beras habis. Dia diberitahu tentang hal itu. Dia mengirim pelayan untuk mengirimkan “Tidak” ada kue beras. Ibunya mengirimkan kotak kosong sebagai tanggapan atas permintaan aneh tersebut. Begitu besar kebajikan masa lalu pangeran sehingga sosok dewa yang mendengar apa yang telah terjadi segera mengisi kotak tersebut dengan kue beras surgawi. Pelayan terkejut melihat kue beras saat membuka kotak di hadapan pangeran dan teman-temannya.

Dia hidup lama setelah meninggalnya Sang Buddha karena umur hidupnya adalah 150 tahun. Dia adalah Mahā Arahat yang kelima.

Sīgālovāda Sutta

Sang Buddha menemui Sīgāla. Kepada Sīgāla, Sang Buddha menjelaskan makna pemujaan enam arah:

1. Ayah dan ibu sebagai arah Timur.
2. Guru sebagai arah Selatan
3. Isteri dan anak sebagai arah Barat.
4. Sahabat dan kenalan sebagai arah Utara.
5. Pelayan dan buruh sebagai arah Bawah.
6. Para pertapa dan brahmana sebagai arah Atas.

Hal ini bermakna sebagai kewajiban timbal-balik yang seharusnya dilakukan oleh umat berkeluarga.

A. Kewajiban anak terhadap orang tua:
1. Menunjang mereka.
2. Melakukan kewajiban sebagai anak yang berbakti.         
3. Menjaga baik kehormatan keluarga.
4. Menjaga baik warisan.
5. Mengurus persembahan kepada sanak-keluarga yang telah meninggal .

B. Kewajiban orangtua terhadap anak:
1. Mencegah anaknya berbuat jahat.
2. Menganjurkan anaknya berbuat baik.
3. Melatih anaknya untuk dapat bekerja sendiri.
4. Mencarikan pasangan yang sesuai.
5. Menyerahkan warisan pada waktunya.

C. Kewajiban murid terhadap guru:
1. Memberi penghormatan dengan bangun dari tempat duduknya ketika gurunya datang.
2. Melayani gurunya.
3. Bertekad keras untuk belajar.
4. Memberikan jasa kepadanya.
5. Memperhatikan dengan baik sewaktu diberi pelajaran.

D. Kewajiban guru terhadap murid:
1. Melatih muridnya dengan baik sesuai dengan keahliannya.
2. Membuat muridnya menguasai pelajaran yang diberikan.
3. Mengajar secara mendalam semua ilmu pengetahuan yang dikuasainya.
4. Berbicara baik tentang muridnya kepada sahabat dan kenalannya.
5. Menjaga muridnya dalam setiap segi.

E. Kewajiban suami terhadap isteri:
1. Memperhatikan kebutuhan isterinya.
2. Bersikap lemah lembut.
3. Setia kepada isterinya.
4. Memberi kekuasaan tertentu kepada isterinya.
5. Memberi perhiasan kepada isterinya.

F. Kewajiban isteri terhadap suami:
1. Melakukan tugasnya dengan baik.
2. Ramah kepada keluarga kedua belah pihak.
3. Setia kepada suaminya.
4. Menjaga baik barang yang dibawa suaminya.
5. Pandai dan rajin mengurus rumah tangga.

G. Kewajiban seseorang terhadap sahabat:
1. Bermurah hati kepada mereka.
2. Ramah kepada mereka.
3. Berbuat baik kepada mereka.
4. Menjamu mereka seperti menjamu diri sendiri.
5. Menepati janji kepada mereka.

H. Kewajiban sahabat terhadap dirinya:
1. Melindunginya jika ia tidak siaga.
2. Menjaga harta bendanya dalam keadaan demikian.
3. Melindunginya dalam bahaya.
4. Tidak meninggalkannya dalam kesusuhan.
5. Senantiasa menghormatinya.       

I. Kewajiban majikan terhadap pelayan/buruh:
1. Memberi pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya.
2. Memberi makanan dan gaji yang sesuai.  
3. Memberi perawatan sewaktu sakit.
4. Membagi makanan yang enak pada waktu-waktu tertentu.
5. Memberi libur pada waktu-waktu tertentu.

J. Kewajiban pelayan/buruh terhadap majikan:
1. Bangun lebih pagi.
2. Tidur sesudah majikan tidur.
3. Berterima kasih atas perlakuan yang diberikan.
4. Bekerja dengan baik.
5. Memuji majikan mereka di manapun juga.

K. Kewajiban umat terhadap pertapa/brahmana:
1. Memperlakukan mereka dengan kasih sayang.
2. Dengan ucapan yang ramah.
3. Dengan pikiran yang penuh kasih sayang.
4. Selalu membuka pintu untuk mereka.
5. Memberikan keperluan hidup mereka.

L. Kewajiban pertapa/brahmana terhadap umat:
1. Mencegah mereka berbuat jahat.
2. Menganjurkan mereka berbuat baik.
3. Mencintai mereka yang pikiran penuh kasih sayang.
4. Mengajarkan sesuatu yang mereka belum pernah dengar.
5. Memperbaiki dan menjelaskan sesuatu yang mereka pernah dengar.
6. Menunjukkan mereka jalan ke surga.

Catatan :

– Simbolisasi arah dapat diuraikan sebagai berikut:

Kehidupan mulai dengan perawatan oleh orang tua; penghormatan guru dan Selatan mempunyai kata yang sama: dakkina; perawatan sehari-hari dalam keluarga terjadi setelah remaja menjadi dewasa seperti Barat merupakan arah setelah tengah hari; Utara adalah ‘di luar’ (uttara), demikianlah oleh bantuan teman-teman maka seseorang akan terbebas dari kesulitan. Diperlukan pula bagi seseorang untuk mendapat bimbingan Dhamma (Kebenaran) dari para Samana (pertapa) maka arah Atas berarti penghormatan kepada Guru Dhamma. Dalam berusaha dan bekerja seseorang juga perlu bantuan dari pegawai, arah Bawah menunjukkan penghargaan kepada bawahan/karyawan.

– Sang Buddha menyatakan ada empat syarat untuk mencapai kebahagiaan dalam hidup sekarang ini (Vyagghapajja Sutta):
1. uṭhānasampadā: rajin dan bersemangat dalam bekerja untuk mendapatkan penghidupan yang baik.
2. ārakkhasampadā: menjaga dengan hati-hati kekayaan yag diperoleh secara halal.
3. kalyānamittā: memiliki teman-teman baik yang dapat memberikan nasihat, yang penuh keyakinan (saddha), penuh kebajikan (sila), penuh kedermawanan (caga) dan penuh kebijaksanaan (pañña).
4. sammājīvikāta: hidup sesuai dengan batas-batas kemampuan.

Sang Buddha menerangkan pula adanya empat macam kebahagiaan bagi umat berkeluarga:
1. atthi sukha: kebahagiaan karena memiliki kekayaan.
2. bhoga sukha: kebahagiaan karena mempergunakan kekayaan.
3. anana sukha: kebahagiaan karena tidak memiliki utang.
4. anāvajja sukha: kebahagiaan karena tidak melakukan perbuatan tercela.

– Dengan kekayaan yang didapat secara benar, seorang umat berkeluarga haruslah menempuh kehidupan yang seimbang. Penghasilannya haruslah dibagi dalam empat bagian. Dengan bagian pertama kebutuhan hidup sehari-hari dipenuhi. Dua bagian ditanam di usaha dan bagian keempat dicadangkan untuk persediaan pada masa-masa sulit.

Dengan adanya kekayaan, didapatkan keuntungan-keuntungan sebagai berikut:

1. Dapat merawat ayah, ibu, anak, dan pembantu sehingga mereka semua hidup bahagia.
2. Dapat menjamu teman-teman.
3. Dapat menghilangkan bahaya yang timbul dari berbagai sebab.
4. Dapat mengadakan lima macam pengorbanan:

a. Pengorbanan keluarga: memberikan bantuan kepada sanak-keluarga.
b. Pengorbanan tamu: menyambut tamu dengan sepantasnya.
c. Pengorbanan untuk yang telah meninggal: melakukan perbuatan berjasa dan mempersembahkannya kepada yang telah meninggal.
d. Pengorbanan raja: memenuhi kewajiban kepada raja dan pemerintah, misalnya dengan membayar pajak dan memenuhi kewajiban-kewajiban lain.
e. Pengorbanan dewa: melakukan perbuatan berjasa dan mempersembahkannya kepada para dewa.  

5. Dapat memberikan bantuan kepada para pertapa yang kelakuannya benar dan sesuai dengan fungsi mereka sebagai pertapa.

Tambahan;
Jenis-jenis usaha yang dilarang:

  1. Berdagang makhluk hidup
  2. Berdagang daging
  3. Berdagang senjata
  4. Berdagang makanan dan minuman yang memabukkan
  5. Berdagang racun

Pemecahan penghasilan pengusaha:

Menjadi empat bagian:
¼ untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari
2/4 untuk ditanamkan kembali ke dalam usahanya
¼ untuk cadangan atau jaga-jaga

Jangan buka rahasia anda kepada siapa pun: Paṇḍara-jātaka 518.

  1. Teman di waktu senang dan susah.
  1. Jangan biarkan teman anda menceritakan rahasia pribadi, bisnis atau profesinya kepada kita.
    1. Jangan buka rahasia pribadi, bisnis atau profesi kita kepada siapa pun. Nasihat Sang Bodhisatta (Raja Garuda) kepada Raja Ular: Jataka 518: Paṇḍara Jataka

2. Pertapa Karambiya: Ia adalah satu-satunya yang selamat di antara 500 penumpang dan awak kapal yang tenggelam di tengah samudera.

  • Di Pelabuhan, Karambiya menjadi pengemis.
  • Tetapi, ia terlihat bijaksana karena menolak pakaian dalam dan pakaian luar yang ditawarkan oleh sejumlah penduduk.
  • Karena itu, penduduk yakin ia adalah orang baik dan membangun sebuah pertapaan untuk dirinya.
  • Dia menjadi sangat terhormat dan termasyur.
  • Ia pun didatangi oleh Raja Ular, yang bernama Paṇḍara, dan Raja Garuda.
  • Raja Garuda minta agar sang pertapa membujuk Raja Ular untuk mengungkapkan rahasia kekuatannya yang telah menjadikan banyak garuda gagal memangsa ular-ular bahkan menjadi santapan ular.
  • Setelah dibujuk tiga kali, Raja Ular mengungkapkan rahasia kekuatannya.
  • Tetapi, sang pertapa membuka rahasia Raja Ular kepada Raja Garuda.
  • Akhirnya Raja Garada berhasil menangkap Raja Ular dan membawanya ke angkasa.
  • Raja Ular memohon ampun dan menyesali kebodohannya karena telah membuka rahasianya kepada sang pertapa.    

3. Stanza-stanza Raja Ular:

 Sebagai raja ular, ternyata aku dikalahkan oleh seekor burung  karena aku si bodoh yang malang ini telah mengungkapkan rahasia yang jarang dibicarakan dan rentan terhadap kesembronoan dan sekarang aku dalam ketakutan.

4. Raja Garuda menasihatinya sbb:

Di antara tiga makhluk yang hidup di sini, coba sebutkan nama makhluk  yang sepatutnya dicela. Bukan pendeta, bukan juga burung melainkan perbuatan bodohmu sendirilah yang telah menimbulkan rasa malu yang besar ini.

5. Jawaban Raja Ular:

Aku pikir pendeta itu pasti teman sejatiku karena ia  suci dan hidup benar-benar sangat sederhana.

Aku telah membuka rahasiaku sendiri: nasi sudah menjadi bubur dan aku hanya bisa menangisi kesengsaraan ini.

6. Jawaban Raja Garuda:

Semua makhluk yang lahir ke dalam dunia ini pasti akan mati;

Namun, keturunan mereka membenarkan cara-cara Kebijaksanaan: dengan pengetahuan, keadilan, pengendalian diri dan kebenaranlah seseorang akhirnya akan mencapai tujuan mulianya.

Di antara semua sanak-saudara, orangtua adalah yang paling baik hati;

Tidak ada orang lain yang dapat memperlihatkan cinta-kasih yang setara dengan orangtua;

Tetapi, bahkan kepada mereka pun, janganlah pernah membuka rahasiamu; mereka dapat menjadi penghianat karena ketidak-sengajaan mereka.

Semua orangtua dan sanak-saudara pada derajad berapa pun, sekutu dan teman mungkin ramah-tamah;

Tetapi, jangan percayakan rahasia anda kepada seorang pun di antara mereka;

Kalau tidak, anda akan menyesali penghianatan mereka di hari kemudian.

Seorang isteri mungkin terlihat muda sekali, baik dan adil serta memiliki banyak sekali teman; dan kita mungkin sama-sama memiliki kasih-sayang terhadap anak-anak kita;

Namun, kepada dia pun, janganlah percayakan rahasiamu. Jika berbuat sebaliknya, berhati-hatilah dengan penghianatannya.

(TST/LN)

Abhidhamma

Abhidhamma adalah pendekatan khusus terhadap Dhamma yang mulai berkembang pada masa Buddha dan mencapai bentuk akhirnya sekitar dua atau tiga abad setelah wafat-Nya. Kata abhidhamma berarti ‘yang berkaitan dengan dhamma-dhamma (fenomena).’ Abhidhamma berkembang ketika para pemikir Buddhis awal mencoba menguraikan fenomena ke dalam unit yang paling dasar yang mereka sebut dhamma dan, kemudian, mencoba menggambarkan ciri-ciri mereka, lamanya mereka, interaksi mereka dengan satu sama lain, dan hasil kamma mereka. Buddha umumnya membatasi diri pada pengalaman empiris (berdasarkan, berkenaan dengan, atau yang dapat dibuktikan kebenarannya dengan pengamatan atau pengalaman dibandingkan dengan teori atau logika murni), abhidhamma cenderung lebih spekulatif (yang terlibat dalam, mengungkapkan, atau berdasarkan kira-kira bukan pengetahuan).

Sumber: Buddhism from A to Z oleh Bhikkhu Shravasti Dhammika; Abhidhamma oleh Nyanaponika Thera

MEDITASI terbukti mengubah arsitektur otak dan perilaku kita

0

1.    Latihan konsentrasi pikiran (meditasi) dapat mengubah arsitektur otak dan perilaku seseorang.

2.    Kata Prof Richard Davidson, Universitas Wisconsin di Madison, AS,  “Pikiran dapat mengubah otak dan otak yang telah berubah dapat mengubah pikiran.”

3.    Sekitar 350 buah perusahaan multinasional (MNC) menerapkan latihan konsentrasi pikiran dan menikmati hasil yang mencengangkan:
Di AS dll, para eksekutif ratusan perusahaan besar (GE, FB, SAP, Aetna, Ford, Cochlear, General Mills dll)  dan para politisi di Capitol Hills yang berlatih perhatian penuh (mindfulness) terbukti menjadi orang-orang yang lebih peka secara positif terhadap perasaan orang lain, mudah berempati, pemaaf dan tajam pikiran. Mereka lebih mudah melakukan perencanaan dan membuat keputusan yang rumit walaupun dalam tekanan waktu dll. Para eksekutif bisnis menjadi semakin welas asih kepada para kolega dan pegawai yang lain. Pemilik perusahaan meningkatkan status hubungan mereka dari pegawai menjadi teman bahkan mitra. Sebagian besar akan melakukan konsentrasi pikiran, antara lain, perhatian penuh (mindfulness), sebelum memulai rapat yang penting dan melelahkan.

4.    Latihan mindfulness meningkatkan kegiatan di beberapa bagian prefrontal cortex(PFC)
Bagian tersebut adalah pusat dari banyak kegiatan berpikir tingkat tinggi kita – penilaian, pembuatan keputusan, perencanaan dan ketajaman pikiran kita.

5.    PFC juga merupakan salah satu tempat yang terlihat lebih aktif ketika kita berperilaku yang suka dengan masyarakat (pro-sosial) – yaitu hal-hal seperti welas asih, empati dan baik hati.

6.    Salah satu cara untuk mengukur fenomena itu adalah dengan meneliti ketebalan cortex, yaitu yang sering disebut sebagai zat abu-abu, di dalam otak.

7.    Cereblar cortex menjadi lebih tebal:
Pada sebuah penelitian tahun 2005, peneliti Universitas Harvard, Asisten Profesor Sara Lazar, Ph.D., dkk memakai fMRI untuk mengukur perubahan-perubahan pada ketebalan lapisan luar otak besar (cerebral cortex) pada para praktisi Amerika mindfulness yang telah berpengalaman di Insight Meditation. Lazar dkk menunjukkan bahwa pada para meditator jangka panjang, wilayah-wilayah cereblar cortex yang terkait dengan pengolahan masukan lewat panca indra lebih tebal.

8.    Pelambatan proses penuaan:
Hasil-hasil tersebut juga memberikan kesan bahwa meditasi yang teratur dapat melambatkan proses penipisan PFC yang terkait dengan usia yang biasanya tidak terhindarkan.

9.    Kemampuan belajar, mengingat, pengaturan emosi dll bertambah kuat:
Dalam penelitian lain, para peneliti telah menunjukkan bahwa meditasi telah menambah zat abu-abu di wilayah-wilayah otak yang terlibat dalam proses belajar dan mengingat, pengaturan emosi, pengolahan pengacuan diri dan penerimaan perspektif.”

10. Hasil-hasilnya menunjukkan perubahan-perubahan yang terukur di wilayah-wilayah otak yang terkait dengan ingatan, sadar diri, stress dan empati.

11. Perlu latihan mindfulness hanya 2 bulan x 27 menit untuk tambah kuat ingatan dll:
Dalam penelitian itu, setelah penerapan latihan-latihan mindfulness selama rata-rata 27 menit per hari, para peserta (16 orang) melaporkan bahwa mereka merasakan penurunan stress. Otak mereka bahkan berbicara lebih keras daripada jawaban-jawaban mereka terhadap lembaran tanya-jawab. Gambar-gambar, yang diambil dengan fMRI, sebelum dan sesudah latihan di atas menunjukkan bahwa walaupun baru masa 2 bulan, kepadatan zat abu-abu telah bertambah di dalam hippocampus, yaitu salah satu pusat belajar, ingatan dan sadar diri.

12. Latihan mindfulness selama 2 minggu meningkatkan daya ingat dan kecerdasan.
Para peneliti psikologi di Universitas California di Santa Barbara mendapati bawah retret meditasi mindfulness selama 2 minggu telah membantu meningkatkan angka Graduate Record Examination (GRE) calon mahasiswa S2 dari 460 menjadi 520.

13. Latihan mindfulness mengubah struktur otak dan meningkatkan daya ingat:
Kata Michael Baeme, seorang direktur Program Mindfulness Universitas Pennsylvania,” Latihan mindfulness mengubah bagian struktur otak tempat beroperasinya kesadaran. Latihan mindfulness juga memperkuat fungsi kendali pelaksanaan otak dan meningkatkan daya ingat yang aktif.”

14. Meditasi menambah kesejahteraan dan mutu hidup kita:
Dengan berlatih meditasi, kita dapat memainkan salah satu peran aktif dalam mengubah otak dan dapat menambah kesejahteraan maupun mutu hidup kita,” kata Vritta Holzel, salah seorang rekan penelitian di Rumah Sakit Umum Massachusetts dan Universitas Giessen di Jerman yang mengerjakan penelitian itu. “Penelitian-penelitian lain di berbagai macam kelompok pasien telah menunjukkan bahwa meditasi dapat menghasilkan peningkatan-peningkatan yang besar dalam berbagai macam gejala dan sekarang kami sedang menyelidiki mekanisme-mekanisme yang mendasarinya di dalam otak yang mempermudah perubahan itu.”

15. Otak yang tidak dilatih konsentrasi bisa merugikan kita:
Otak kita yang elastis juga dapat bekerja dengan merugikan kita. Jika kita terlena dalam kecenderungan-kecenderungan kita yang paling rendah, yaitu bereaksi terhadap setiap perasaan negative dengan bersusah hati mengingat-ingat kesalahan di masa lampau atau merencanakan upaya-upaya untuk membalasnya, pola-pola itu bahkan lama-kelamaan akan menjadi semakin tertanam, sehingga menjebak kita dalam penjara mental buatan kita sendiri. Para ahli syaraf dapat melihat hal itu di catatan-catatan di fMRI (functional Magnetic Resonance Imaging; uji dengan menggunakan medan magnit dan denyutan energy gelombang radio untuk pembuatan gambar organ dan struktur tubuh untuk mengetahui fungsi-fungsinya).

16. Latihan konsentrasi pikiran (meditasi) mengubah arsitektur dan perilaku kita:
Pada orang-orang yang terus-menerus gelisah, bagian-bagian otak yang terkait dengan rasa takut, kemelekatan dan reaktif muncul begitu terganggu sedikit saja dan lambat untuk menjadi tenang. Tetapi, melalui mekanisme-mekanisme biologis yang sama, latihan mindfulness lama kelamaan akan mengubah otak kita dan juga perilaku kita.

17. Meditasi menjadikan Michael Jordan lebih focus di lapangan dan juga lebih ramah bagi teman-teman seregunya.

18. Salah satu bidang yang sangat menarik perhatian bagi para ahli syaraf yang juga meditator (contemplative neuroscientist) adalah amygdala, yaitu sebuah wilayah yang berbentuk buah almond (badam) di bagian tengah otak. Tampak amygdala memainkan salah satu peran yang terpenting dalam reaksi kita terhadap stress (ketegangan). Ketika kita mengalami keadaan yang penuh ketegangan, dua buah wilayah otak akan menjadi aktif — yaitu hippocampus dan amygdala. Hippocampus, wilayah yang mirip kuda laut di dekat bagian dasar otak, menerima informasi yang dimasukkan dari panca indra kita. Jika ia menentukan bahwa keadaan yang sedang berlangsung bersifat mengancam, hippocampus akan mengaktifkan amygdala. Ketika amygdala diaktifkan, tanggapan kita untuk melawan atau melarikan diri akan mulai, sehingga memompa kortisol dan hormon-hormon lain melalui system tubuh kita, yang meningkatkan tekanan darah kita dan menutupi kemampuan penilaian kita. Kita akan menjadi marah. Kita akan bereaksi secara agresif. Kita pasti akan memperburuk keadaan, tidak memperbaiknya. Para ahli syaraf dengan kasih sayang menyebut hal itu “pembajakan oleh amygdala.”

19. Ketika amygdala terus-menerus ditambah aktif, ia akan lebih mudah terbangkitkan, yaitu lebih sensitive terhadap gangguan berikutnya. Kegelisahan akan menjadi lingkaran yang jahat.    

20. Sedikit latihan mindfulness pun terbukti sebagai pertahanan yang tepat hasil terhadap pembajakan oleh amygdala.
Dalam suatu penelitian yang dijalankan dari Rumah Sakit Umum Massachusetts, para peneliti menunjukkan bahwa meditasi telah mengurangi ukuran amygdala walaupun baru latihan selama 8 minggu, yaitu mindfulness telah menjadikan para praktisinya kurang mungkin untuk bereaksi berlebihan, sehingga kurang mungkin untuk membiarkan kemarahan mereka menguasai diri mereka.

21. Perubahan-perubahan seperti itu tahan lama.
Mindfulness tidak hanya mengubah otak selama meditasi. Manfaat-manfaatnya berlanjut sampai lama setelah mereka meninggalkan dudukan meditasi. Penelitian sama yang menunjukkan bahwa meditasi telah mengurangi ukuran amygdala juga menunjukkan bahwa kemampuan pengaturan emosi yang diperkuat oleh meditasi akan tahan jauh melebihi waktu yang telah dipakai untuk latihan duduk.

Mengapa berkebun dapat menumbuhkan kesejahteraan mental dan membina pertemanan

0

Penelitian menemukan bahwa berkebun di halaman depan, yaitu tempat hasil kerja Anda lebih terlihat, dapat menumbuhkan hubungan sosial dan kesehatan mental yang lebih baik.

Oleh Richard Sima
17 Mei 2024 pukul 08:33 EDT

Mencari perubahan sederhana yang dapat meningkatkan kesehatan fisik, mental, dan emosional Anda? Cobalah berkebun.

Orang-orang berkebun di dalam dan di luar ruangan, dalam cuaca dan iklim yang berbeda serta dengan intensitas dan tujuan yang berbeda. Penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa berkebun berdampak positif pada kesehatan mental dan kesejahteraan. Penelitian baru menunjukkan bahwa berkebun juga bisa menjadi jalan menuju perubahan perilaku yang sehat secara besar-besaran.

Mengapa berkebun merupakan kegiatan yang menyehatkan? Penelitian menunjukkan bahwa ada dua jalur utama yang mengarahkan pekebun menuju kesejahteraan mental. Salah satunya melalui keterhubungan dengan alam dan keindahan estetisnya. Namun, hal lain yang mungkin mengejutkan adalah bagaimana berkebun juga bisa menjadi cara kita terhubung dengan orang lain.

“Saya rasa itu hanya tentang menyatukan kembali apa yang menjadikan kita manusia,” kata Jonathan Kingsley, dosen senior promosi kesehatan di Swinburne University of Technology di Australia.

Mengapa orang senang berkebun

Berkebun bisa menjadi pengalaman yang kaya dan multisensori, dan pekebun biasanya menyebut taman sebagai sumber kesenangan dan kegembiraan, pelarian atau rasa ingin tahu dan pembelajaran.

“Rasanya, teksturnya, sensasinya… angin menerpa wajah dan rambut Anda, sekadar merasakan unsur alam. Itu membantu orang merasa hidup, sadar dalam beberapa cara,” kata Jill Litt, peneliti senior di Barcelona Institute for Global Health. “Itu adalah hal-hal yang sangat bersifat terapeutik.”

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa aroma alam dapat berdampak pada kesejahteraan dan suara alam seperti kicau burung juga meningkatkan kesehatan mental.

Seperti aktivitas berbasis alam lainnya, berkebun dapat memperoleh beberapa manfaat dari mengurangi stres. Teori pemulihan perhatian berhipotesis bahwa rangsangan alami dapat mengurangi kelelahan mental dengan secara lembut menahan perhatian kita dengan “daya tarik yang lembut.”

Namun, satu ciri yang membuat berkebun menonjol adalah bahwa hal itu “membutuhkan partisipasi aktif” dan “terlibat dalam hal ini,” kata Litt, yang juga seorang profesor studi lingkungan di Universitas Colorado di Boulder. “Kamu harus melakukan sesuatu.”

Dengan menyiangi, menyiram, menggali, menabur, memangkas, dan tugas-tugas hortikultura lainnya, berkebun bisa menjadi hobi yang menuntut fisik. Latihan fisik juga terbukti meningkatkan kesehatan mental.

Menanam tanaman hijau dan membina koneksi

Berkebun tidak hanya membantu menghubungkan kita dengan alam, tetapi juga dengan manusia lain. Komunitas yang berkebun di ruang bersama dapat membangun kepercayaan karena orang-orang saling menjaga lahan dan menawarkan bantuan dan nasihat. Pertumbuhan sosial ini berjalan lambat dan stabil, didasarkan pada tujuan bersama, rasa memiliki dan pembelajaran. “Semuanya merupakan panduan tentang bagaimana Anda membangun hubungan yang kuat,” kata Litt. “Kebun memanggil mereka untuk kembali karena mereka mempunyai tanggung jawab.”

Namun, berkebun di rumah pun dikaitkan dengan keterhubungan sosial yang lebih besar. Dalam penelitian sebelumnya, Litt dan rekan-rekannya menemukan bahwa pekebun di rumah lebih terlibat secara sosial – lebih cenderung berkomunikasi dengan pejabat terpilih setempat atau berpartisipasi dalam asosiasi orang tua-guru, misalnya – dibandingkan mereka yang bukan pekebun.

Para pekebun di rumah juga cenderung menilai estetika lingkungan mereka secara positif. Peningkatan keterlibatan sosial dan peringkat estetika dikaitkan dengan kesehatan yang lebih baik. Partisipasi dalam komunitas berkebun semakin meningkatkan dampak ini.

Penelitian lain menemukan bahwa berkebun di halaman depan, yaitu tempat hasil kerja keras Anda lebih terlihat, juga dapat menumbuhkan hubungan sosial dan kesehatan mental yang lebih baik, kata Lauriane Suyin Chalmin-Pui, seorang peneliti independen di Inggris yang mengkhususkan diri pada pengaruh berkebun terhadap kesehatan dan kesejahteraan.

Dalam sebuah penelitian, Chalmin-Pui dan rekan-rekannya mengubah 38 halaman depan rumah yang gundul menjadi taman untuk 42 peserta. Tiga bulan kemudian, peserta penelitian melaporkan tingkat stres yang lebih rendah dan memiliki pola kortisol yang lebih sehat.

Taman-taman memberikan lebih banyak kesempatan bagi peserta untuk bertemu dengan tetangganya dan tanaman menjadi pembuka percakapan yang mudah. Ketika Chalmin-Pui menindaklanjuti para peserta setelah satu setengah tahun, dia menemukan bahwa orang-orang telah mengenal tetangga mereka.

Beberapa telah tinggal di jalan yang sama selama 10 tahun. “Tetapi, baru setelah mereka berdua mendapatkan tanaman di halaman depan, barulah mereka mulai berbincang,” kata Chalmin-Pui.

Chalmin-Pui mengenang peserta penelitian lain yang menghadapi masalah kesehatan mental dan cacat fisik. Wanita tersebut mengatakan kepadanya bahwa tanaman adalah “penyelamat hidup” dan “itu adalah pertama kalinya dia merasa menjadi manusia setelah bertahun-tahun.”

“Dia merasa bahwa dia menjaga mereka tetap hidup,” kata Chalmin-Pui. “Fakta bahwa dia menjaga mereka tetap hidup berarti dia mampu melakukan sesuatu.”

Berkebun sebagai cara untuk perubahan perilaku yang bertahan lama

Banyak penelitian yang menyelidiki manfaat berkebun bagi kesehatan bersifat observasional dan korelasional sehingga sulit untuk mengetahui apakah berkebun yang menyebabkan perubahan kesehatan atau apakah tipe orang tertentu yang sudah memiliki perilaku kesehatan ini lebih tertarik untuk berkebun.

Dalam uji coba terkontrol secara acak yang pertama yang menguji pengaruh berkebun komunitas terhadap kesehatan, Litt dan rekan-rekannya bekerja dengan 37 kebun komunitas di wilayah Denver dan Aurora, Colorado, untuk menguji secara lebih langsung bagaimana berkebun berdampak pada kesehatan. Untuk penelitian ini, 291 peserta yang tidak berkebun dalam dua tahun terakhir dipilih secara acak untuk menerima sebidang kebun komunitas atau tetap berada dalam daftar tunggu.

Dibandingkan dengan peserta yang masuk daftar tunggu, mereka yang berkebun mengalami peningkatan aktivitas fisik sedang hingga berat – rata-rata 40,6 menit lebih banyak per minggu. Mereka juga mengonsumsi lebih banyak serat – sekitar 1,4 gram serat setiap hari. Setelah satu musim berkebun, mereka juga melaporkan tingkat stres dan kecemasan yang lebih rendah.

Meskipun besaran perubahan perilakunya kecil, hal itu merupakan awal yang nyata sejalan dengan intervensi perilaku kesehatan lainnya. “Kami melihat kebun sebagai pelaku perubahan perilaku kesehatan,” kata Litt.

Setelah pengumpulan data berakhir, peserta daftar tunggu juga diberikan sebidang kebun dan lebih dari setengahnya mulai berkebun pada musim berikutnya, kata Litt.

Berapa banyak berkebun yang Anda butuhkan?

Para peneliti masih menggali rincian tentang “dosis” berkebun yang memberikan manfaat paling besar bagi kesehatan mental.

Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan tahun lalu yang mensurvei 4.919 orang dewasa paruh baya dan lebih tua di Australia, Kingsley dan rekan-rekannya melaporkan bahwa berkebun setidaknya 2,5 jam setiap minggu dikaitkan dengan kesejahteraan mental dan kepuasan hidup yang lebih baik. Manfaat itu lebih kuat pada orang dewasa berusia 64 tahun ke atas.

Waktu di oasis taman Anda “bersaing melawan kekuatan lain yang memengaruhi kesehatan mental Anda setiap hari,” kata Kingsley. Meskipun penelitian ini bersifat korelasional, Kingsley berteori bahwa 2,5 jam per minggu di taman mungkin merupakan waktu yang tepat untuk memenuhi ambang batas tersebut.

Bagi pemula, Anda bisa memulainya dari hal kecil. Hanya beberapa tanaman pot di dalam ruangan yang masih berkebun. Beberapa tanaman, seperti mint, adalah tanaman yang tumbuh subur dan mungkin lebih mudah dipertahankan oleh pekebun pemula. Namun, menanam tanaman yang Anda sukai mungkin adalah kuncinya, kata Chalmin-Pui.

Jangan takut tangan Anda kotor dan melakukan kesalahan. Berkebun adalah “semacam percobaan dan kesalahan dan sekadar pengalaman, itulah kehidupan,” kata Kingsley. “Anda akan mengalami banyak kegagalan dan kemenangan dalam hal ini. Dan itulah kehidupan.”

Sumber: Washington Post

Enam langkah mudah untuk bermeditasi dan meningkatkan kesejahteraan mental dan karir anda

0

Bryan Robinson, Ph.D.
penulis Chained to the Desk in a Hybrid World: Panduan untuk keseimbangan

Bulan Mei adalah Bulan Kesadaran Kesehatan Mental dan pantas untuk menyebutkan satu hal yang dapat dilakukan setiap orang untuk meningkatkan kesehatan mental mereka. Satu hal itu terjadi di dalam diri Anda, di mana Anda bisa mengenal diri Anda lebih baik. Kita masing-masing ibarat jalan raya dua jalur dengan jalur luar dan jalur dalam. Kita menghabiskan sebagian besar waktu kita di jalur luar tempat sebagian besar stres berada. Namun, kunci menuju kesejahteraan mental yang lebih baik adalah menghabiskan lebih banyak waktu di jalur dalam diri Anda. Meditasi adalah salah satu cara terbaik untuk mengakses jalur batin Anda dan mengamati apa yang membuat Anda tergerak.

Baik Anda orang tua yang gelisah, pebisnis yang sibuk, pensiunan yang cemas, atau pencari kerja yang cemas menghadapi masa depan yang tidak pasti, pemicu stres akan terus menghantui Anda, memaksa pikiran Anda untuk beradaptasi secara negatif sebisa mungkin. Anda mungkin khawatir tentang tagihan yang belum dibayar atau proyek yang belum selesai, bertanya-tanya apakah Anda akan mendapatkan pekerjaan itu atau bagaimana Anda akan memenuhi tenggat waktu. Anda mungkin mengulangi perselisihan dengan atasan Anda. Mungkin Anda mencoba mengalihkan pikiran dari kekhawatiran tetapi tidak berhasil. Pikiran negatif menciptakan hambatan pada keterlibatan kerja, kesuksesan karier, dan potensi penghasilan. Ahli saraf mengatakan hal ini karena pikiran kita seperti Velcro untuk hal-hal negatif dan Teflon untuk hal-hal positif untuk bertahan hidup.

Meditasi Lebih Mudah Dari yang Anda Pikirkan

Meditasi memanfaatkan sirkuit sosial otak Anda dan mengatur ulang serta mengisi ulang pikiran Anda selama hari kerja. Sejumlah besar penelitian yang didukung sains menunjukkan bahwa hal itu memungkinkan kita menjadi lebih efisien dan produktif serta dengan tenang menghadapi permasalahan di tempat kerja dengan kejelasan, rasa sayang pada diri sendiri, keberanian, dan kreativitas. Selama alur kerja sehari-hari, meditasi meningkatkan kesehatan mental dan proses kognitif, mengurangi stres, dan mencegah kelelahan kerja.

Tujuan meditasi bukanlah untuk keluar dari zona, mengosongkan pikiran, menarik diri dari dunia, atau menikmati hidup. Tujuannya adalah untuk mengamati cara kerja pikiran Anda seperti saat Anda memeriksa noda di tangan Anda. Saat Anda melakukan itu, pikiran lain akan mengalihkan perhatian Anda dan itu sebenarnya adalah bagian dari proses meditasi.

Jika Anda menyalahkan diri sendiri karena sudah mencoba bermeditasi tetapi tidak bisa, jangan menyerah. Ini lebih mudah dari yang Anda kira. Kemungkinan alasannya adalah karena Anda melakukan pendekatan latihan seperti tugas kerja dengan terlalu banyak usaha dan tekanan yang dilakukan sendiri. Mungkin Anda mengharuskan diri Anda duduk dalam waktu lama meskipun mereka merasa tidak nyaman untuk menjernihkan pikiran. Tapi, bukan itu cara kerja meditasi. Rahasia sebenarnya adalah meluangkan waktu lima menit atau kurang untuk fokus pada sesuatu dan memberikan perhatian penuh padanya.

Meditasi Kesadaran Terbuka

Meditasi kesadaran terbuka—pengamatan damai terhadap apa yang terjadi di sekitar Anda sebagaimana yang terjadi pada saat ini—memungkinkan Anda bermeditasi sambil menjalani hari kerja. Hanya dalam 60 detik Anda dapat bersantai, menjernihkan pikiran, dan meningkatkan tingkat energi Anda. Berikut cara kerjanya dalam empat langkah cepat, mudah, dan dapat berpindah-pindah. Duduklah di tempat yang nyaman dengan mata terbuka atau tertutup selama satu menit.

2- Atur pengatur waktu selama 60 detik.

3- Dengarkan dengan rasa ingin tahu dan kenali sebanyak mungkin suara yang berbeda. Anda mungkin memperhatikan sistem pemanas atau pendingin udara, lalu lintas di kejauhan, suara-suara dari area lain di gedung, pesawat terbang, detak jam, atau perut Anda yang keroncongan.

4- Setelah satu menit, alih-alih mencoba mengingat suara-suara tersebut, alihkan perhatian Anda ke dalam dan perhatikan apakah Anda tidak lebih tenang dan berpikiran jernih. Bayangkan saja bagaimana perasaan Anda jika Anda melakukan latihan ini selama lima atau sepuluh menit.

Ketika Anda sepenuhnya terlibat dengan rasa ingin tahu pada saat ini, Anda menyadari bahwa kekhawatiran atau pikiran stres sebelumnya tidak ada. Anda mungkin menyadari bahwa detak jantung dan pernapasan Anda lebih lambat dan otot-otot Anda yang tegang mengendur. Itu karena Anda menghilangkan peringatan merah dari pikiran berpikir Anda dan membawanya ke momen saat ini, mengaktifkan respons istirahat dan cerna Anda.

Anda dapat memadukan meditasi kesadaran terbuka ke dalam rutinitas harian Anda tanpa tambahan waktu saat beraktivitas. Dalam perjalanan dari tempat parkir ke kantor Anda, alih-alih secara mental membalik-balik agenda hari itu, alihkan perhatian Anda pada sensasi kaki Anda menyentuh tanah atau fokus pada perasaan langit terbuka atau pemandangan dan suara di sekitar Anda. Saat berjalan ke kamar kecil atau menunggu rapat Zoom dimulai, Anda dapat mendengarkan suara sekitar atau menyesuaikan sensasi tubuh.

Meditasi Wawasan

Jika Anda bersedia mencobanya dan melepaskan kendali dan penilaian, Anda dapat melakukan latihan kedua dengan masuk ke dalam dan memusatkan perhatian pada napas Anda—dengan rasa ingin tahu, bukan penilaian—sama seperti Anda memeriksa noda di tangan Anda. Duduklah di tempat yang nyaman dengan posisi santai.

1- Tarik napas melalui hidung dan keluarkan melalui mulut, fokus pada setiap tarikan dan embusan napas.

2- Ikuti napas Anda hingga satu siklus penuh dari awal saat paru-paru penuh, lalu kembali ke saat paru-paru kosong. Kemudian ulangi siklus tersebut, perhatikan napas Anda dengan penuh perhatian.

3- Kemungkinan, pikiran akan muncul dalam bentuk penilaian. Anda mungkin bertanya-tanya apakah Anda melakukannya dengan benar, memikirkan tugas yang harus Anda lakukan nanti, atau berdebat apakah itu sepadan dengan waktu Anda. Biarkan saja hal-hal tersebut muncul dan akui dengan keterbukaan hati, lalu kembalikan perhatian Anda dengan lembut dan fokus pada napas.

4- Setiap kali perhatian Anda melenceng dari napas (dan hal itu akan terjadi), perhatikan saja lalu kembalikan kesadaran Anda ke pernapasan.

5- Jika pikiran Anda terjebak dalam rantai pikiran, keluarlah dengan hati-hati dari arus pikiran dan kembali bernapas.

6- Setelah tiga hingga lima menit, perhatikan betapa Anda lebih tenang dan terhubung saat ini.

Kemungkinan Anda bermeditasi dengan benar jika pikiran Anda tetap tenang setelah dua latihan ini. Jika Anda berlatih meditasi selama lima menit sekali atau dua kali sehari secara teratur, Anda akan mulai melihat perbedaannya. Anda mungkin merasa rileks dan istirahat serta memiliki pendekatan yang lebih tenang dalam bekerja. Dalam jangka panjang, Anda tahu bahwa meditasi akan berhasil ketika Anda lebih berpijak benar-benar pada saat ini, alih-alih secara mental terjebak dalam kenangan buruk masa lalu atau ketidakpastian di masa depan. Keterlibatan kerja, produktivitas kerja, dan kinerja karier Anda akan mulai melonjak.

Sumber: Forbes

Menikah di Surga

0

1.    Saya Buddhis sejak usia 10-11 tahun.

2.    Pada sekitar subuh hari Minggu, 23 Juli 2017 saya bermimpi yang menakjubkan.

3.    Mimpi itu dimulai dengan saya sedang naik mobil dalam perjalanan kembali ke Jakarta dari luar kota. Saya menelusuri jalan besar dan lebar tetapi tidak dari aspal atau beton melainkan seperti tanah merah tua kehitamam-hitaman yang keras. Tidak ada banyak mobil. Seperti tempat kuno.

4.    Lalu saya sampai di sebuah perempatan dan saya menjadi bingung: apakah harus lurus atau belok kiri?

5.    Saya memutuskan berhenti untuk bertanya.

6.    Saya memasukkan mobil saya ke halaman depan yang luas di depan sebuah sebuah rumah besar tapi terlihat tua.

7.    Saya turun dan melangkah memasuki rumah itu.

8.    Saya melihat ada beberapa orang Tionghoa di dalamnya.

9.    Saya melihat seorang anak muda Tionghoa, berusia sekitar 20 tahun, bertubuh gempal, tingginya sedang saja,  sedang memotong ayam dengan menggorok leher ayam itu terlebih dahulu, kemudian membacok kaki-kakinya hingga putus. Saya menjadi prihatin karena itu melanggar ajaran Buddha.

10. Saya mendekatinya dan berjongkok untuk mencoba menasihatinya dengan ajaran Buddha.

11. Persis sebelum saya mengucapkan perkataan kepada anak muda itu, dari sebelah kanan saya, tiba-tiba saya mendengar suara yang sangat lembut dan sopan,” Papa (atau Koko, kurang jelas), mari kita kembali ke surga untuk menikah.”

12. Saya langsung menengok ke kanan dan melihat seorang dewi (ya dewi dari surga!!!) berdiri di angkasa tidak jauh dari saya. Wajahnya putih bersih, agak bulat, rambut digelung ke atas, berpakaian lengan panjang, latar belakang merah cerah, dengan bunga-bunga warna hijau, biru dll, bercelana panjang dengan warna dan bunga yang sama. Tubuhnya terlihat tinggi, terlihat menawan, tidak langsing, lengannya agak panjang.

13. Hari kelihatannya menjelang sore.

14. Lalu, saya berdiri dan mendekatinya sehingga wajahnya semakin jelas terlihat dan saya menjadi berada cukup jauh dari anak muda Tionghoa itu.

15. Saya bertanya dengan ramah,”Siapakah kamu? Mengapa mengajak saya ke surga dan menikah dengan kamu?”

16. Dia menjawab dengan ramah, lembut dan merdu,” Saya adalah isteri Koko di surga. Saya datang untuk menjemput Koko.“

17. Saya yang biasanya cukup kritis dan keras berubah karena kesopanan dan kelembutannya sehingga saya  memutuskan  menerima tawarannya, terutama untuk membalas sikapnya itu. Saya tidak langsung jatuh cinta. Catatan: (i) Saya tidak pernah berpikir untuk lahir kembali di surga mana pun karenan tujuan akhir Buddhis adalah Nibbana; (ii) Seumpama ada sosok dewa mengajak tukar tempat: saya menjadi dia dan dia menjadi saya, akan saya tolak; (iii) Kondisi saya dua minggu sebelum mimpi ini: tekanan darah normal 120/80, kolesterol, gula darah normal dll;  sering nonton video YouTube ttg kehidupan binatang di Amazon dan Afrika; kemajuan teknologi, komputer dan satelit China; anak bungsu saya baru saja lulus ujian S1-nya; (iv) sehari sebelum mimpi sampai sore sebelum mimpi: ngobrol dua jam dengan tetangga, pergi ke mall, beli buku dll, dengarin lagu-lagu jadul Mandarin dll; 

18. Lalu, saya bertanya lagi,” Sesudah menikah di sana, apakah saya bisa kembali ke bumi manusia?”

19. Dia tersenyum manis sekali dan menjawab dengan cara sama,” Ya, bisa, besok harinya.”

20. Saya langsung ingat bahwa satu hari di Surga Catummaharajika saja sama dengan 50 tahun di alam manusia. Satu hari di Tavatimsa sama dengan 100 tahun di alam manusia.

21. Lalu saya bertanya lagi, juga dengan ramah,” Dari surga manakah kamu ini? Kalau dari Surga Catummaharajika, 1 hari di sana saja sama dengan 50 tahun di sini. Kalau dari Surga Tavatimsa, 1 hari di sana sama dengan 100 tahun di sini. Apakah kamu dari Tavatimsa?”

22. Dia tidak menjawab melainkan tersenyum manis lagi.

23. Saya memperhatikan pakaiannya, tampilannya dan keanggunannya. Saya menduga dia dari Tavatimsa. Mengapa? Menurut pengetahuan saya, penghuni surga Tavatimsa masih memiliki nafsu indrawi yang cukup besar. Karena itulah dia mengajak saya menikah.

24.  Lalu, saya  berkata,” Kamu mungkin dari Tavatimsa. Jika saya menikahi kamu di sana dan kemudian kembali ke bumi manusia esok harinya, itu berarti saya akan sudah 100 tahun meninggalkan bumi manusia dan semua anak serta cucu saya pun akan sudah meninggal dunia. Wah, itu terlalu lama.”

25.  Kemudian saya berkata lagi kepadanya,” Saya ingin mengajarkan Dhamma kepada anak muda itu, juga kepada abangnya dan ribuan orang lain.”

26. Dia membalas,” Kami semua tahu Koko memang sangat bersemangat mengajarkan Dhamma. Tetapi, sekarang ini hanya sedikit orang yang mau mendengarkan Dhamma yang baik itu. Sebagian besar manusia bernafsu untuk kaya, ambisus, terkenal, bersaingan dll. Jadi, percuma saja mengajarkan mereka dengan bersemangat. Juga, Koko sudah terlalu lama meninggalkan rumah/alam kita. Koko juga sudah tua di sini. Waktu Koko sudah habis. Di rumah kita di sana, ada banyak orang sedang menunggu Koko pulang. Mereka kangen dengan Koko. Koko Juga bisa mengajar Dhamma di sana.” 

27. Saya kaget dan bertanya,” Loh saya kan baru berumur 57 tahun?”

28. Dia menjawab dengan lembut,” Ya tetapi sudah cukup dan waktu Koko sudah habis. Harus pulang sekarang juga.”  

29. Karena didesak, lalu saya bertanya,” Bisakah saya ikut kamu dan menikah di sana tetapi kembali ke sini beberapa jam kemudian untuk mengajarkan Dhamma kepada anak muda itu dan abangnya?”

30. Dia menjawab dengan lembut sambil tersenyum manis,. “Ya, bisa.”

31. Catatan: (i) Selama pembicaraan, dia tetap melayang di atas bumi, tetapi tidak jauh dari saya, mungkin 1,5 meter saja; (ii) Biji matanya terlihat jelas, sepertinya hijau tua, (iii) Matanya tidak berkedip-kedip. Karena itu, saya yakin dia adalah dewi dari surga.

32. Saya setuju dan lalu terbang bersama dia.

33. Saya berasa bisa terbang sendiri Karena saya tidak merasa tangan saya dipegang oleh dia.

34. Dia terbang di kanan saya.

35. Lalu, saya memandang ke langit yang putih.

36. Tiba-tiba saya, dengan penuh kesadaran, melihat hanya kegelapan selama beberapa saat.

37. Tidak lama kemudian, saya terbang di angkasa di atas bumi. Saya melihat hutan/pepohonan di bawah dan juga hamparan tanah merah tua yang terbuka, bersama dia. Dia ada di sisi kiri saya.

38. Saya menengok kepadanya dan berkata,” Wah sepertinya kita sudah meninggalkan bumi manusia antara 23-25 tahun lamanya. Mungkin kedua orang kakak-beradik itu sudah tidak di rumah itu sekarang.”

39. Ketika saya baru memulai perkataan itu, dia terbang maju ke arah kiri saya, membalik badannya ke arah saya dan memandang saya.

40. Lalu, dengan lembut dan ramah dia berkata,” Jangan khawatir, Koko. Mereka masih ada di sana ataupun tidak, masalah kecil.”

41. Saya takjub sekali dengan keramahan dan kelembutan suaranya.

42. Saya melihat pakaian saya telah berubah sebagai berikut:

–       Berwarna putih, terlihat tebal, lengan panjang dan menggantung, sekitar 15 cm ke bawah lengan, halus dan ada garis-garis lebar dan pendek berwarna kuning emas;

–       Celana panjang dan lebar, tebal, halus dan juga ada garis-garis lebar berwarna kuning emas;

43. Fisik:

–        Saya merasa badan saya segar sekali

44. Saya melirik ke arahnya dan saya langsung merasa bahwa dia sudah isteri saya.

45. Lalu, saya terjaga dan bangun dari mimpi.

46. Saya langsung merasakan dada kiri saya lega dan nyaman sekali.

47. Perkataannya yang halus dan ramah masih terngiang-ngiang di kuping saya.

48. Esok malamnya saya ceritakan mimpi ini kepada semua anak dan mantu saya, kemudian isteri saya.

50. Atas permintaan sejumlah murid senior saya di bidang terjemahan dan sejumlah teman senior saya di berbagai organisasi, saya menulis dan menyebarkannya untuk kebaikan dan kebahagiaan banyak orang yang dapat memahaminya.

Kesimpulan:

1. Perkataan yang lembut dan sopan serta kejujuran bisa menjatuhkan hati orang yang keras sekali pun.

2. Etikanya yang tinggi selama berbicara dan terbang dengan saya boleh ditiru.

3. Kemungkinan besar sebentar lagi saya akan menjadi bhikkhu.

4. Perkataannya bahwa saat ini sulit bagi manusia untuk mendengarkan ajaran yang baik karena penuh ambisi, nafsu duniawi, bersaingan, sombong dll membuat saya keluar air mata ketika terjaga.

5. Alam bahagia adalah kenyataan dan menunggu kehadiran orang-orang yang bajik. Karena itu, hentikan semua kejahatan dan segera berbuat kebajikan menurut ajaran semua Buddha.

Semoga bermanfaat.

 Jakarta, 25 Juli 2017

Cattamalo T.

– Tinggal di Jakarta, pendidikan S2 Finance, mantan analis saham selama 16 tahun

×

 

Hello!

Click one of our contacts below to chat on WhatsApp

× Apakah ada yang bisa kami bantu?